Perbankan syariah memiliki peran penting dalam intermediasi keuangan, terutama dalam menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah. Salah satu peran utama perbankan syariah adalah sebagai lembaga intermediasi yang memfasilitasi perputaran dana melalui berbagai akad yang telah disyariatkan, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, dan istishna'.
Menurut Antonio (2001), salah satu keunggulan intermediasi keuangan Islam adalah penggunaan skema bagi hasil yang lebih adil dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional (Antonio, 2001). Sebagai contoh, dalam pembiayaan musyarakah, bank dan nasabah bekerja sama dalam suatu proyek bisnis dengan modal bersama. Keuntungan dari bisnis tersebut kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan, sementara kerugian ditanggung berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Selain itu, perbankan syariah juga memainkan peran dalam mendukung inklusi keuangan dengan menyediakan layanan bagi kelompok masyarakat yang kurang terjangkau oleh perbankan konvensional. Misalnya, Bank Syariah Indonesia (BSI) telah mengembangkan program pembiayaan mikro berbasis akad qardhul hasan, di mana dana diberikan kepada pelaku usaha kecil tanpa bunga, melainkan hanya dengan biaya administrasi ringan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat kecil dan menengah yang sering kali kesulitan mendapatkan akses ke permodalan.
Namun, tantangan utama yang dihadapi perbankan syariah dalam menjalankan fungsi intermediasi adalah keterbatasan instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang produk perbankan syariah. Oleh karena itu, diperlukan edukasi yang lebih luas serta inovasi dalam pengembangan produk keuangan syariah agar dapat meningkatkan efektivitas intermediasi keuangan.
3. Perbandingan Intermediasi Keuangan Islam dan Konvensional
Terdapat beberapa perbedaan mendasar antara intermediasi keuangan dalam sistem Islam dan konvensional. Salah satu perbedaan utama adalah sistem perolehan keuntungan. Dalam perbankan konvensional, bank memperoleh keuntungan dari bunga (interest) yang dibebankan kepada nasabah sebagai biaya atas pinjaman. Sedangkan dalam perbankan syariah, keuntungan diperoleh melalui mekanisme bagi hasil atau margin keuntungan dari jual beli.
Menurut Mirakhor (2009), intermediasi keuangan dalam Islam lebih stabil dibandingkan dengan sistem konvensional karena berbasis pada transaksi yang mendukung sektor riil dan menghindari spekulasi berlebihan (Mirakhor, 2009). Contohnya, dalam pembiayaan properti, bank syariah menggunakan akad murabahah, di mana bank membeli rumah terlebih dahulu dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang sudah disepakati. Berbeda dengan bank konvensional yang memberikan pinjaman berbunga yang sering kali berfluktuasi sesuai dengan suku bunga pasar.
Selain itu, dalam hal risiko, intermediasi keuangan Islam lebih berbasis pada keadilan dalam distribusi risiko. Pada perbankan konvensional, nasabah tetap harus membayar bunga meskipun mengalami kerugian, sementara dalam sistem Islam, kerugian dapat ditanggung bersama sesuai akad yang disepakati.
Dari sisi dampak ekonomi, perbankan syariah lebih mendukung stabilitas ekonomi karena transaksi yang dilakukan harus berbasis pada aset nyata (real sector). Hal ini berbeda dengan perbankan konvensional yang sering kali melakukan praktik spekulatif di pasar keuangan, yang dapat menyebabkan krisis keuangan global seperti yang terjadi pada tahun 2008.
4. Studi Kasus Efektivitas Intermediasi Perbankan Syariah
Untuk menilai efektivitas intermediasi keuangan dalam perbankan syariah, dapat dilihat dari berbagai indikator seperti tingkat pembiayaan produktif, tingkat inklusi keuangan, serta dampak terhadap sektor riil. Studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).