Negeri yang Aman: Antara Doa, Keadilan, dan Tanggung Jawab Bersama
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos.
Setiap bangsa memimpikan negeri yang aman, tetapi sedikit yang menyadari bahwa keamanan bukan hanya soal senjata dan hukum. Ia lahir dari doa, iman, dan keadilan yang dijaga bersama. Negeri bisa tampak damai di permukaan, namun belum tentu aman dalam jiwa warganya. Sebab rasa aman bukan produk kekuasaan, melainkan hasil dari keadilan, kejujuran, dan solidaritas kemanusiaan.
1. Doa dan Amanah: Fondasi Spiritual Negeri yang Aman
Dalam sejarah peradaban, doa Nabi Ibrahim menjadi simbol universal dari harapan akan negeri yang damai:
"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan berilah rezeki kepada penduduknya dari buah-buahan."Â
(QS. Al-Baqarah: 126).
Doa ini menggambarkan dua kebutuhan utama umat manusia - Â keamanan (al-amn) dan kesejahteraan (rizq). Tanpa keduanya, bangsa akan kehilangan arah dan ketenangan batin. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis bahwa keamanan adalah nikmat terbesar setelah iman, sebab tanpanya manusia tak dapat beribadah dengan khusyuk dan membangun kehidupan dengan tenang.
Aman, dalam pandangan Islam, bukan hanya tidak adanya ancaman fisik, melainkan hadirnya ketentraman jiwa yang lahir dari iman dan keadilan. Ayat lain menegaskan:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan imannya dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am: 82).
Keamanan, dengan demikian, bukan sekadar produk kebijakan, melainkan pantulan dari moral masyarakat yang beriman dan adil.