Eep memandang demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi soal menegakkan moral publik dan akal sehat warga negara. Dalam kuliah politiknya di PWM Jawa Timur (2024), ia menyebut bahwa demokrasi sejati tidak berhenti di bilik suara - tetapi berlanjut dalam keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan kesadaran kritis warga.
Tidak berhenti di dunia politik, Eep juga menyalurkan gagasannya melalui pendidikan. Ia mendirikan Rumah Belajar Guru Mardjun di Bekasi (Antara, 2023), sebuah ruang literasi untuk guru, mahasiswa, dan masyarakat yang ingin belajar politik warga dan demokrasi. Dari sana tampak bahwa ia melihat pendidikan dan partisipasi publik sebagai fondasi bangsa yang beradab.
Menurut pandangan saya, Eep Saefullah Fatah adalah representasi dari intelektual yang mempraktikkan pikirannya sendiri. Ia menulis, meneliti, bertindak, dan tetap berdiri di garis moral politik yang ia yakini. Dan dari sanalah seharusnya regenerasi politik Indonesia dimulai  bukan dari mereka yang hanya ingin berkuasa, tetapi dari mereka yang ingin memaknai kekuasaan.
Kini, tantangan kita sebagai generasi muda adalah mewarisi dan memperbarui semangat intelektual itu. Belajar dari Eep berarti belajar untuk berpikir jernih, berpolitik dengan etika, dan mencintai republik dengan cara yang cerdas.
Sebagai penulis dan warga yang mencintai bangsanya, saya percaya bahwa politik yang baik bukan sekadar kompetisi elektoral, tetapi ruang pengabdian intelektual bagi kesejahteraan rakyat.
Maka, tulisan ini saya persembahkan sebagai bentuk penghargaan kepada sosok yang telah memberikan arah dan inspirasi bagi banyak pemikir muda Indonesia.
Karena seperti kata Eep dalam salah satu kuliahnya:
 "Demokrasi hanya akan hidup, bila akal sehat dan kejujuran publik dijaga oleh warganya sendiri."
Dan di situlah saya berdiri sebagai bagian dari generasi yang ingin menjaga api itu tetap menyala.
Referensi:
Fatah, Eep Saefullah. Membangun Oposisi: Agenda-agenda Perubahan Politik. Jakarta: 1999.