Mohon tunggu...
ALI AKBAR HARAHAP
ALI AKBAR HARAHAP Mohon Tunggu... Kader HMI

Buat video youtube

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menemukan Kembali Jati Diri: Membangun Budaya Baru Bangsa Indonesia di Era Global

8 Oktober 2025   06:19 Diperbarui: 8 Oktober 2025   06:19 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Baru Bangsa Indonesia di Era Transformasi Global

Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom, M.Sos

Pendahuluan

Bangsa Indonesia sedang memasuki babak baru dalam sejarah kebangsaannya. Arus globalisasi, digitalisasi, dan perubahan sosial yang begitu cepat menuntut hadirnya budaya baru  budaya yang tidak hanya modern secara teknologi, tetapi juga berkarakter kuat secara moral dan spiritual.

Dalam konteks ini, kebudayaan menjadi pondasi strategis pembangunan nasional. Tanpa arah budaya yang kokoh, kemajuan hanya akan bersifat materialistik dan kehilangan jiwa kebangsaan.

1. Budaya Lama dan Kelelahannya

Budaya lama Indonesia yang penuh nilai luhur seperti gotong royong, musyawarah, dan sopan santun kini menghadapi tantangan besar. Era media sosial melahirkan budaya instan, hedonistik, dan sering kali tanpa etika.

Fenomena clickbait, ujaran kebencian, dan budaya pamer di dunia maya menjadi cermin kelelahan budaya lama menghadapi tekanan modernitas.

Koentjaraningrat (1987) menegaskan bahwa budaya adalah sistem nilai yang menuntun manusia dalam berpikir dan bertindak. Bila sistem nilai itu rusak, maka arah peradaban pun kehilangan pijakan. Di titik inilah, bangsa Indonesia perlu melahirkan budaya baru yang mampu memadukan kearifan lokal dan dinamika global.

2. Ciri Budaya Baru yang Diperlukan

Budaya baru bangsa Indonesia harus berfungsi sebagai peta moral dan kompas sosial dalam menghadapi perubahan zaman. Beberapa ciri utama yang perlu ditekankan antara lain:

1. Etos digital yang beretika.

Teknologi harus menjadi sarana kemajuan, bukan sumber kerusakan moral. Literasi digital harus diarahkan pada tanggung jawab sosial dan kebenaran informasi.

2. Nasionalisme produktif.

Nasionalisme bukan sekadar simbol atau slogan, tetapi diwujudkan melalui karya nyata, inovasi, dan kontribusi pada kemajuan bangsa.

3. Kemandirian berpikir.

Budaya baru menolak mentalitas penjiplak. Bangsa besar harus berani berpikir orisinal dan melahirkan gagasan sendiri.

4. Spiritualitas modern.

Semangat beragama tidak boleh kaku dan eksklusif, tetapi harus menjadi kekuatan moral yang membangun kemanusiaan universal.

3. Generasi Muda sebagai Agen Transformasi Budaya

Generasi muda adalah subjek utama dalam pembentukan budaya baru. Mereka hidup di tengah dua dunia: dunia tradisi dan dunia digital.

Apabila mampu menjembatani keduanya, maka akan lahir generasi melek teknologi dan bermoral luhur.

Ki Hajar Dewantara pernah berkata, "Budaya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam." Artinya, budaya baru harus lahir dari perjuangan sadar, bukan dari penyerahan diri pada arus globalisasi.

Generasi muda perlu diarahkan untuk menjadi pencipta budaya, bukan hanya konsumen budaya.

Kreativitas dalam musik, film, literasi, dan media digital dapat menjadi ruang baru untuk menanamkan nilai-nilai keindonesiaan dalam bentuk modern.

4. Negara dan Arah Kebudayaan

Negara memiliki tanggung jawab strategis dalam menentukan arah budaya nasional.

Pendidikan tidak boleh sekadar menekankan aspek kognitif, tetapi harus membentuk karakter, integritas, dan kepekaan sosial.

Kebijakan publik pun harus memastikan bahwa setiap kemajuan teknologi selalu diimbangi dengan kemajuan moral dan budaya.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebenarnya telah memberi landasan kuat bagi pembinaan budaya bangsa. Namun implementasinya perlu diperluas agar menyentuh ruang digital, ekonomi kreatif, dan kehidupan publik sehari-hari.

5. Arah Kebijakan Budaya Nasional 2045

Dalam visi Indonesia Emas 2045, arah kebijakan budaya harus diarahkan pada pembentukan peradaban unggul yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

Ada lima pilar strategis yang dapat dijadikan pedoman:

1. Kebudayaan Digital Beradab.

Mendorong literasi digital dan etika bermedia agar ruang maya menjadi wahana pembelajaran, bukan perpecahan.

2. Revitalisasi Kearifan Lokal.

Nilai adat, tradisi, dan seni lokal harus diintegrasikan dengan inovasi modern agar tetap hidup dalam konteks masa kini.

3. Industri Kreatif Nasional.

Membangun ekosistem kreatif yang berorientasi pada ekspor budaya dan memperkuat diplomasi budaya Indonesia di dunia internasional.

4. Pendidikan Karakter Berbasis Budaya.

Kurikulum pendidikan harus menanamkan nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan tanggung jawab sosial secara konkret.

5. Kepemimpinan Kultural.

Mendorong lahirnya pemimpin bangsa yang bukan hanya cerdas secara politik, tetapi juga berkarakter kultural dan spiritual.

6. Penutup: Menuju Budaya Peradaban

Budaya baru bangsa Indonesia bukanlah sekadar warisan, tetapi hasil perjuangan kolektif untuk menegakkan kembali martabat manusia Indonesia.

Budaya ini harus berakar kuat pada nilai keindonesiaan gotong royong, sopan santun, dan kejujuran  namun tetap adaptif terhadap kemajuan zaman.

Dengan budaya yang cerdas, religius, dan berkeadilan, bangsa Indonesia dapat melangkah menuju peradaban unggul: masyarakat yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga beradab secara moral dan berjiwa spiritual.

Inilah makna sejati dari budaya baru bangsa Indonesia  sebuah ikhtiar menuju Indonesia yang bermartabat di mata dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun