Mohon tunggu...
Abdurachman Ali
Abdurachman Ali Mohon Tunggu... Insinyur - Hidup dengan penuh syukur

Writer-Traveller-Engineer

Selanjutnya

Tutup

Money

Tolong Harga BBM nya Ditinjau Lagi Pak

27 Juli 2015   14:57 Diperbarui: 27 Juli 2015   14:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Harga minyak dunia terus mengalami penurunan. Ditambah sentimen positif terhadap kesepakatan Nuklir Iran, membuat harga Minyak Dunia semakin terjun bebas. Untuk Brent, per hari ini sudah menyentuh 54.6 $/bbl. Untuk minyak WTI bahkan sudah menyentuh kisaran harga 48.1 $/bbl per hari ini. Lalu apa efek dari keadaan ini terhadap harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia?

Seperti diketahui bersama, seiring dengan dicabutnya subsidi sejak awal tahun ini, harga BBM di Indonesia akan mengikuti pergerakan harga minyak dunia. Harga BBM sempat berubah pada awal-awal penetapan kebijakan. Premium turun dari Rp. 8500/liter ke kisaran Rp. 7600/liter per tanggal 1 Januari 2015. Setelah itu, dengan kondisi harga minyak dunia yang semakin rendah, harga Premium pun turun lagi ke harga Rp. 6700/liter. Selanjutnya, walaupun harga minyak dunia tidak meningkat secara signifikan, harga Premium naik menjadi Rp 6800/liter per 1 Maret lalu ke Rp. 7300/liter per tanggal 28 Maret 2015. Kenaikan harga ini masih dapat diterima karena walaupun harga minyak dunia cenderung stabil di kisaran rendah, semakin perkasanya Dollar Amerika terhadap rupiah membuat masyarakat belum bisa menikmati turunnya harga BBM saat itu.

Lalu bagaimana dengan kondisi sekarang, dimana harga minyak semakin rendah dan diprediksi akan terus turun?, banyak analis yang berpendapat penurunan harga sekarang baru dipengaruhi oleh sentimen pasar, sedangkan penurunan riil diprediksi baru akan terjadi jika kuota produksi minyak Iran sudah kembali normal di kisaran 2 juta barrel per hari, dan hal ini diperkirakan baru akan terjadi tahun depan.

Nyatanya belum terlihat keinginan dari pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, terkait dengan kondisi harga minyak dunia, pemerintah belum tentu akan menurunkan harga BBM. Beliau mengatakan "Jangan lupa, beberapa waktu yang lalu, Pertamina menanggung selisih negatif karena kita punya kebijakan ingin menstabilkan harga. Nanti kalau harga minyak dunia turun, kita tidak akan buru-buru turun”. Nah, disinilah yang menjadi pertanyaan, mengapa tiba-tiba muncul wacana kerugian Pertamina yang menjadi sebab harga BBM tidak diturunkan.

Penulis berpendapat, ini adalah bentuk inkonsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakannya. Tujuh bulan yang lalu, keputusan pemerintah untuk mencabut subsidi dikuti oleh penjelasan bahwa harga BBM akan disesuaikan oleh formula yang dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Pertanyaannya sekarang, apakah ada faktor untung rugi Pertamina di dalam formula itu?, melihat wacana yang baru muncul akhir-akhir ini hampir dapat dipastikan bahwa untung ruginya pertamina bukanlah patokan untuk menentukan harga BBM. Hal ini memang sulit untuk dibuktikan karena kurang transparannya perhitungan harga BBM. Kalaupun ada, maka seharusnya harga BBM akan turun jika Pertamina memperoleh keuntungan.

Selain inkonsistensi, ini juga bentuk kurang pekanya pemerintah terhadap kondisi perekonomian masyarakat saat ini. Saat ini ekonomi sedang lesu dan daya beli masyarakat sedang turun. Tentu jika diterapkan, penyesuaian harga BBM akan membantu mendongkarak daya beli masyarakat. Marilah kita cermati bersama pernyataan menteri ESDM, “Namun, masyarakat harus bantu jaga stabilitas harga. Artinya, kalau harga minyak dunia turun terus, akan ada ambang batas (bawah). Selisih positif akan ditabung sebagai bekal”. Pertanyaannya sekarang, apakah masyarakat yang harus menanggung kerugian Pertamina?. Apakah tidak ada cara lain untuk menolong Pertamina tanpa membebaninya ke masyarakat?

Saat kebijakan pencabutan subsidi BBM ditetapkan, penulis memiliki optimisme yang tinggi terhadap tata kelola migas di tanah air. Ditambah dengan wacana-wacana yang digulirkan seperti penentuan harga yang 1-2 bulan sekali dan penetapan ambang batas jika harga Minyak dunia melesat diluar perkiraan semakin menambah cemerlang kebijakan ini. Namun setelah berjalan selama setengah tahun, sedikit demi sedikit optimisme itu mulai berguguran.

Dulu yang diharapkan adalah dana subsidi bisa dialihkan ke infrastruktur dan mumpung harga minyak dunia masih rendah,pemerintah giat melakukan diversivikasi sumber energi. Apa tujuannya? Tentu saja untuk mengurangi efek BBM terhadap inflasi, sehingga diharapkan kenaikan harga BBM tidak akan berpengaruh besar terhadap harga-harga bahan kebutuhan lain. Tentu saja tujuan utamanya adalah mencapai kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun yang terjadi sekarang, harga BBM seakan mudah sekali untuk naik dan sulit untuk turun. Saat harga minyak dunia turun pun pemerintah mengeluarkan alasan lain untuk menunda penurunannya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan tentang keseriusan pemerintah untuk mewujudkan tata kelola migas yang baik. Dengan menurunkan harga BBM, diharapkan ini bisa menjadi stimulus untuk meningkatakan daya beli masyarakat. Semoga hal ini menjadi pertimbangan pemerintah ke depannnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun