Mohon tunggu...
Alghifary Ikramullah
Alghifary Ikramullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahsiswa

19 tahun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Genderless Society di Indonesia, Apakah Mungkin Terjadi?

5 April 2024   15:00 Diperbarui: 5 April 2024   15:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia, negara yang kaya akan keragaman, bukan hanya dalam hal kuliner, budaya, dan keindahan alam, tetapi juga dalam isu-isu sosial. Salah satu isu yang semakin mendapat perhatian adalah kesetaraan gender. Namun, apakah mungkin kita mencapai masyarakat tanpa gender di Indonesia?

Data menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam mencapai kesetaraan gender. Pada tahun 2021, Indonesia menempati peringkat pertama di ASEAN terkait ketimpangan atau kesenjangan gender. Indeks kesetaraan gender Indonesia berada di bawah rata-rata dunia, dengan nilai 0,4316 poin. Ketidaksetaraan ini terlihat jelas dalam berbagai bidang kehidupan dan profesi.

Salah satu area dengan ketimpangan gender tertinggi adalah bidang politik, dengan skor sekitar 0,169, di bawah rata-rata dunia. Namun, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Sejak tahun 1984, Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 1984 telah mengatur dan menaungi perihal kesetaraan gender, termasuk Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).

Indonesia, negara yang kaya akan keragaman, dihadapkan pada realitas ketidaksetaraan gender yang tinggi. Meski pemerintah telah berupaya mewujudkan kesetaraan melalui undang-undang dan konvensi internasional, Indonesia masih memiliki skor indeks kesetaraan gender di bawah rata-rata dunia. Munculnya gagasan "Genderless Society" pun menjadi topik yang menarik untuk dikaji.

Konsep masyarakat tanpa gender ini berbeda dengan netralitas gender yang fokus pada menghilangkan bias. Genderless Society bertujuan menghapus konsep gender itu sendiri, di mana peran, perilaku, dan sifat seseorang tidak lagi ditentukan oleh jenis kelamin. Namun, mewujudkan hal ini di Indonesia penuh dengan tantangan.

Budaya Indonesia yang kental, stigma terhadap non-konformitas gender, dan pandangan tegas agama tentang peran laki-laki dan perempuan menjadi hambatan utama. Media pun tak luput dari kritik karena masih sering menampilkan representasi gender yang stereotip.


Meskipun jalan terjal, Genderless Society bukanlah utopia yang tak terjangkau. Edukasi generasi muda yang lebih terbuka pada isu gender menjadi kunci. Gerakan seperti "Genderless Fashion" menawarkan secercah harapan. Fashion yang tak lagi terikat maskulinitas atau femininitas ini memungkinkan individu mengekspresikan diri secara bebas.

Di Indonesia, dengan budaya dan nilai-nilai yang kental, pertanyaan tentang kemungkinan terwujudnya "genderless society" menjadi topik yang menarik untuk dikaji.

Masyarakat tanpa gender (genderless society) adalah konsep masyarakat yang tidak didasarkan pada perbedaan gender. Artinya, tidak ada pembagian peran, perilaku, atau sifat yang ditentukan oleh apakah seseorang dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.

Konsep ini berbeda dengan gerakan netralitas gender (gender neutrality) yang lebih fokus menghilangkan bias gender dalam bahasa dan kebijakan. Masyarakat tanpa gender bertujuan menghilangkan konsep gender itu sendiri.

Banyak orang menganggap konsep Genderless Society di Indonesia merupakan utopia yang sulit untuk dicapai, banyaknya budaya yang ada di Indonesia menjadi tantangan yang sulit untuk mewujudkan Genderless Society. Media juga berperan penting untuk mewujudkan hal ini karena media Indonesia masih sering menampilkan representasi gender yang stereotip. Hal ini dapat memperkuat konstruksi sosial tradisional tentang gender dan menghambat pemahaman masyarakat tentang "genderless society".

Masyarakat Indonesia masih memiliki stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang tidak sesuai dengan norma gender. Hal ini dapat membuat orang-orang yang mendukung "genderless society" merasa terintimidasi dan terpinggirkan.

Beberapa agama di Indonesia memiliki pandangan tegas tentang peran laki-laki dan perempuan. Hal ini dapat menjadi hambatan dalam penerapan "genderless society" yang sepenuhnya. Budaya di Indonesia juga memiliki patriarki dan matriarki yang kuat pada dasarnya, dengan ini diperlukan peran aktif untuk mengedukasi generasi muda yang lebih terbuka pada isu gender yang ada di Indonesia.

Dengan segala tantangan yang ada, genderless society masih bisa dicapai meskipun akan membutuhkan waktu yang lama, diperlukan banyak edukasi dari generasi muda dan media-media yang dapat mendorong kesetaraan gender dan awareness pada topik ini.

Salah satu gerakan yang mendukung Genderless Society adalah Genderless Fashion, beberapa penelitian menunjukkan minat masyarakat terhadap pakaian yang tidak memiliki unsur maskulin atau feminin secara khusus. Genderless fashion menawarkan kesempatan bagi individu untuk mengekspresikan diri tanpa batasan gender.

Dengan mengadopsi genderless fashion, anak muda dapat membantu mengurangi stereotip seputar pakaian. Pakaian tidak lagi hanya terkait dengan laki-laki atau perempuan, melainkan sebagai bentuk kreativitas dan individualitas. Genderless fashion menciptakan lingkungan yang lebih inklusif. Anak muda dapat merasa lebih bebas dan diterima tanpa harus mematuhi norma gender yang ketat. Influencer dan content creator yang mengenakan genderless fashion di media sosial mempengaruhi anak muda. Mereka menjadi inspirasi dan membantu memperluas pemahaman tentang pilihan berpakaian yang lebih luas.

Selain bidang fashion, media juga memiliki peran penting dalam mengedukasi anak muda tentang genderless society. Media dapat membantu menyebarkan informasi dan pemahaman tentang konsep ini, menjadi platform diskusi dan dialog, serta memberikan contoh dan representasi positif.

Meskipun terdapat beberapa tantangan, seperti norma dan nilai tradisional, keterbatasan ruang, dan keterwakilan, media dapat mengatasinya dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, menyajikan informasi dengan cara yang menarik, melibatkan anak muda dalam proses pembuatan konten, berkolaborasi dengan organisasi dan komunitas yang fokus pada isu gender, serta terus belajar dan mengikuti perkembangan terbaru tentang genderless society.

Media juga dapat berperan penting. Dengan menyebarkan informasi dan pemahaman tentang Genderless Society, menjadi platform diskusi yang inklusif, dan menampilkan representasi positif, media dapat membantu mengubah persepsi masyarakat. Mengatasi tantangan seperti norma tradisional, keterbatasan ruang, dan keterwakilan media menjadi penting. Strategi seperti penggunaan bahasa yang mudah dipahami, penyajian informasi yang menarik, dan kolaborasi dengan organisasi pemerhati gender dapat diterapkan. Dengan kerja sama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, organisasi masyarakat sipil, media, dan individu, harapan untuk mewujudkan Genderless Society di Indonesia, meski masih jauh, tetap bisa diraih.

Media sosial memberikan kesempatan untuk mempertegas arah kesetaraan gender. Dalam media digital terdapat ruang yang interaktif antara penyedia media dan audiens dan memiliki posisi kuasa yang setara. Media sosial mampu memberikan pemahaman kesetaraan gender dengan cara yang sederhana dan melekat dengan kehidupan sehari-hari. Terbukti juga aksi langsung dalam membela kesetaraan gender lebih banyak dilakukan di media sosial.

Dengan tekad yang kuat dan kerja sama yang berkelanjutan, Indonesia memiliki potensi besar untuk melangkah menuju masyarakat yang lebih inklusif dan adil tanpa memandang gender. Meskipun tantangan-tantangan yang ada, upaya-upaya untuk mengedukasi, mengubah persepsi, dan merangkul konsep Genderless Society membawa harapan untuk masa depan yang lebih cerah bagi semua individu, tanpa terkekang oleh norma-norma gender yang kaku.

REFERENSI

Al Gifari, AADAG. (2023). Indonesia Darurat Kesetaraan Gender. Indonesia Darurat Kesetaraan Gender | kumparan.com

Gracia, AG. (2021). Siapkah Indonesia Usung ‘Genderless Fashion’?. Tren ‘Genderless Fashion’ di Indonesia (magdalene.co)

Nadiah Salsabila Hakim Pambudi, Achmad Haldani, G Prasetyo Adhitama. (2019). Studi Preferensi Masyarakat Jakarta Terhadap Genderless Fashion. JURNAL RUPA VOL 4 NO 1

Hidayana, IMH. (2018). On gender diversity in Indonesia. On gender diversity in Indonesia (theconversation.com)

Anggela, NLA. (2021). UN Women: Media Berperan Penting Menyampaikan Pesan Kesetaraan Gender. UN Women: Media Berperan Penting Menyampaikan Pesan Kesetaraan Gender (bisnis.com)

Darry Giovanno. PERAN MEDIA DALAM USAHA PENINGKATAN KESETARAAN GENDER. (50) Peran Media Dalam Usaha Peningkatan Kesetaraan Gender | Darry Giovanno - Academia.edu

Azmi, FA. (2020). Media Sosial dan Pengaruhnya Terhadap Kesetaraan Gender. Media Sosial dan Pengaruhnya Terhadap Kesetaraan Gender | kumparan.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun