Mohon tunggu...
Alfredo Pance Saragih
Alfredo Pance Saragih Mohon Tunggu... Pembelajar -

"Seseorang yang memilih untuk diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan" Kunjungi blog pribadi saya: https://alfredopance.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kecil atas Launching dan Bedah Buku "Pengabaian dalam Dunia Pendidikan"

9 Maret 2018   01:03 Diperbarui: 9 Maret 2018   02:49 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya (pegang microphone) bersama panelis/pembanding bedah buku

PENGANTAR

Sebelum memulai isi daripada hasil resume ini, saya ingin menyampaikan apresiasi atas keberanian dan kerjakeras Saudara Ricardo Fernando Pangaribuan untuk menuliskan buku kecil yang berjudul "Pengabaian Dalam Dunia Pendidikan". Buku ini saya pikir sangat unik dan jarang dilahirkan oleh penulis-penulis Indonesia saat ini. Tanpa ada keberanian, tanpa ada kecintaan akan kebenaran dan keadilan, maka mustahil buku ini lahir. Bagi saya, buku ini menjadi salah satu alat untuk membuka lembar carut-marutnya pendidikan kita saat ini.

Terimakasih kepada penulis karena telah mempercayakan saya sebagai salah satu panelis dalam acara Launching dan Bedah Bukunya, Rabu 7 Maret 2018 di Yummy Restorasi Kafe.

Beranjak dari judul buku, mari kita kupas apa maksudnya. Pengabaian, berasal dari kata 'abai'; dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai  proses, cara dan perbuatan mengabaikan (tidak memedulikan, melalaikan). Sedangkan pendidikan dapat kita artikan sebagai proses pengubahan sikap dalam upaya mendewasakan manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan. 

Sehingga, dari judul buku ini, penulis hendak menyampaikan kepada kita bahwa telah terjadi sebuah proses, cara dan perbuatan yang tidak memerdulikan dan melalaikan proses upaya pendewasaan manusia. Perbuatan abai dan tidak peduli ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak ingin dikritik dan tidak mengutamakan dialog dalam penyelesaian sebuah masalah.

Buku (dokpri)
Buku (dokpri)
Dalam pengantar buku ini, kita menemukan amarah dan rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh penulis atas keputusan yang dibuat tanpa mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan itu. "Aku tidak dihadirkan dalam keputusan yang terkait dengan statusku di sekolah itu. Mereka memutuskannya dengan sesuka hati diatas praduga. Setelah keputusan itu, mereka tutup telinga. Ini yang kusebut kekerasan psikis secara struktural dan kutulis sebuah karya" tutur Penulis. Keberanian untuk melawan ketidakadilan dan bangkit atasnya adalah pilihan yang diputuskan penulis.

Selanjutnya, perlu kita catat bersama bahwa meskipun buku ini jelas untuk mengkritik dan menggugat keputusan yang dilakukan oleh Pimpinan Sekolah Tinggi Teologia (STT), bukan berarti buku ini ingin menyerang pribadi si pengambil keputusan [lihat hal.11]. Tetapi, keputusan untuk men-Drop Outtanpa dasar bukti dan pertimbangan yang kuat, itu menunjukkan bahwa telah terjadinya sebuah pengabaian terhadap hak individu untuk mendapatkan pendidikan.

Brosur Peluncuran dan Bedah Buku (dokpri)
Brosur Peluncuran dan Bedah Buku (dokpri)
PEMBAHASAN

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa dalam prakteknya pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif. Di samping itu, pendidikan juga dilakukan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik. Artinya, secara holistik bahwa pendidikan Indonesia selalu mengupayakan bahwa penyelenggaraan pendidikan itu murni untuk masa depan peserta didik sebagai bagian dari generasi penerus bangsa.

Namun, dalam pelaksanaanya seringkali pendidikan kita tidak menjalankan prinsip yang semestinya. Sekolah saat ini tidak lagi menjadi medium untuk memperoleh pendidikan, tak lebih hanya syarat untuk mengambil ijazah untuk kemudian sebagai modal untuk mencari kerja. Bahkan tidak jarang, orang yang berpendidikan (lebih tepatnya bergelar) yang tinggi tetapi menjadi manusia anti-dialog, anti kritik dan mengambil langkah-langkah pragmatis demi zona nyamannya. Sikap ini juga bahkan dimiliki sebagian para pendidik negeri ini, baik di tingkatan SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi.

Situasi sekolah atau lembaga pendidikan yang cenderung anti-kritik dan anti-dialog pada dasarnya yang terjadi adalah penindasan, baik secara fisik maupun secara psikis. Umumnya, penindasan tersebut dialamatkan kepada para peserta didik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun