Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Ramah untuk Semua: Menyulam Harapan di Atas Tanah Karakter

18 Oktober 2025   21:30 Diperbarui: 18 Oktober 2025   20:21 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan cht GPT, dokpri)

Sekolah Ramah untuk Semua: Menyulam Harapan di Atas Tanah Karakter

Bayangkan sebuah sekolah tempat anak-anak tidak hanya datang untuk belajar, tetapi pulang dengan hati yang ringan dan pikiran yang bersemangat. Di sana, setiap langkah kaki di koridor disambut senyum, setiap suara dihargai, dan setiap kegagalan dianggap sebagai bagian dari proses tumbuh, bukan aib yang harus disembunyikan.

Itulah visi "Sekolah Ramah untuk Semua": bukan sekadar bangunan dengan papan nama dan deretan kelas, melainkan ekosistem hidup yang menghormati hak anak, melindungi martabatnya, dan memupuk potensinya tanpa rasa takut.

Namun, kenyataan sering kali berbicara lain. Di balik dinding-dinding sekolah yang megah, masih tersembunyi bayangan-bayangan gelap: ejekan yang melukai, tekanan akademis yang menghimpit, dan diskriminasi yang membuat sebagian anak merasa seperti tamu asing di rumah sendiri. Di sinilah transformasi menjadi urgen, bukan sebagai proyek sesekali, melainkan sebagai gerakan kolektif yang melibatkan guru, orang tua, siswa, bahkan masyarakat luas.

Di tengah arus perubahan ini, muncul sebuah panduan nasional yang sederhana namun penuh makna: Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Bangun pagi. Beribadah. Berolahraga. Makan sehat. Gemar belajar. Bermasyarakat. Tidur cepat. Tujuh kebiasaan ini bukan sekadar daftar tugas harian, melainkan benang emas yang dirajut untuk membentuk karakter bangsa.

Di balik "bangun pagi" tersembunyi nilai disiplin; di balik "bermasyarakat" tersimpan semangat gotong royong; dan di balik "tidur cepat" ada penghargaan terhadap tubuh dan pikiran yang sehat. Gerakan ini adalah jembatan antara nilai-nilai luhur dan kehidupan nyata, mengubah abstraksi seperti "nasionalisme" atau "kemandirian" menjadi tindakan konkret yang bisa dilakukan setiap hari.

Yang menarik, gerakan ini tidak berdiri sendiri. Ia menyatu dengan napas pendidikan karakter yang selama ini digaungkan melalui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dan Program Sekolah Ramah Anak (SRA).

Di SMAN 2 Pontianak, misalnya, visi "Disiplin, Berakhlak Mulia, Prestasi Optimal" tidak lagi sekadar slogan di dinding, tapi diwujudkan lewat rutinitas 7 Kebiasaan.

Di SMP Negeri 41 Jakarta, pagi dimulai dengan senam Anak Indonesia Hebat, doa bersama, dan nyanyian Indonesia Raya, bukan sebagai ritual kaku, melainkan sebagai pembuka hari yang penuh semangat dan kebersamaan.

Namun, transformasi sejati tidak pernah mudah. Guru sering kali kelelahan antara tuntutan kurikulum dan harapan membentuk karakter. Orang tua, di tengah kesibukan, kadang lupa bahwa rumah adalah sekolah pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun