Padahal, dalam dunia yang semakin terfragmentasi oleh layar dan notifikasi, kita justru semakin membutuhkan jeda-jeda kecil seperti itu saat waktu melambat, saat kata-kata tidak perlu langsung tajam, saat kehadiran seseorang dirayakan lewat cara menyeduh teh yang penuh perhatian.
Teh instan mungkin praktis, tapi ia tak bisa menggantikan fungsi sosial teh tradisional sebagai jembatan jiwa. Ia menawarkan kenyamanan fisik, tapi mengorbankan keintiman emosional. Ia menghilangkan rasa pahit, tapi juga menghapus makna dari proses menunggu manisnya kebersamaan.
Maka, ketika kita memilih teh instan, kita bukan hanya memilih minuman kita memilih jenis hubungan yang ingin kita bangun: cepat dan efisien, atau lambat dan bermakna.
Dan mungkin, di tengah hiruk-pikuk zaman, kita perlu sesekali kembali ke dapur, rebus air, ambil daun teh, dan biarkan gula batu larut perlahan bukan karena kita haus, tapi karena kita rindu pada diplomasi yang hangat, sabar, dan manusiawi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI