Nama Lawang Sih sendiri berasal dari bahasa Jawa: Lawang (pintu/gerbang) dan Sih (kasih sayang, berkat, rahmat). Secara rohani, gua ini dimaknai Bunda Maria sebagai "pintu berkat" atau gerbang surga. Gua ini merupakan salah satu dari sedikit Gua Maria berbentuk alam di wilayah Keuskupan Agung Semarang, selain Gua Maria Tritis di Gunung Kidul.
Dikenal juga sebagai Gua Lawa oleh masyarakat sekitar karena dulunya menjadi sarang kelelawar, gua ini memiliki eksotisme alam berupa stalaktit dan stalagmit di dalamnya, serta mata air yang dipercaya memiliki khasiat tertentu. Gua Maria Lawang Sih diberkati pada tanggal 22 Desember 2013 oleh Uskup KAS saat itu, Mgr. Johannes Pujasumarta, dengan arsitektur alami yang terinspirasi dari saran arsitek legendaris Romo YB. Mangunwijaya.
Â
Doa Rosario: Memohon Kelanggengan yang Berakar pada Kasih
Di dalam gua yang teduh, mereka berdoa rosario dengan penuh kekhusyukan. Suara doa yang berkumandang mengiringi renungan para anggota Mesra, yang mendoakan agar paguyuban ini tetap langgeng, anak-anak mereka sukses dalam pendidikan, serta kesehatan terus menyertai semua anggota, baik yang hadir maupun yang berhalangan.
"Kita berdoa untuk masa depan, tapi juga untuk hari ini," ucap Alfred. "Ketika kita berjalan bersama di gunung ini, kita merasakan bahwa persahabatan adalah kunci untuk menghadapi segala rintangan hidup." Suasana hening sejenak terasa, seperti memperkuat ikatan yang telah mereka tanam selama 13 tahun.
Â
Rekreasi di Pantai Glagah: Kembali ke Alam yang Mengasah Jiwa
Setelah berdoa dan berfoto bersama di Gua Maria, perjalanan dilanjutkan ke Pantai Glagah, Kulonprogo. Di sana, suasana berubah dari kekhusyukan ziarah menjadi kegembiraan yang tak terduga. Ibu-ibu Mesra, yang terbiasa dengan rutinitas rumah tangga dan pekerjaan, akhirnya bisa melepaskan beban sejenak.
Gelak tawa dan cerita kecil mengisi waktu, sementara angin laut membelai wajah mereka yang penuh kelegaan. "Akhirnya, aku bisa melupakan semua yang mengganggu," kata Ibu Rina sambil tertawa. Perjalanan ini menjadi bukti bahwa rekreasi bukan sekadar bermain, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya memelihara ikatan kekeluargaan di tengah kesibukan.
Dari pantai Glagah rombongan mampir di terminal keberangkatan Yogyakarta International Airport (YIA) Kulonprogo. Kemudian melewati terowongan di bawah bandara sepanjang kurang lebih 950 meter, dilanjutkan ke jembatan Pandansimo yang panjangnya 1,9 km. Di atas jembatan penuh manusia dan parkiran kendaran roda dua dan empat serta penjual jajanan pasar. Orang-orang sibuk memotret sembari menunggu sunset dari atas jembatan.
Â