Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

"Mantap" di Atas Kuburan, Tentang Empati di Era Digital

7 Oktober 2025   18:37 Diperbarui: 7 Oktober 2025   18:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GrokAI, dokpri)

"Mantap" di Atas Kuburan: Humor tentang Empati Digital dan Komentar yang (Tak) Bermakna

Di dunia maya yang serba cepat, penuh disrupsi, dan kadang lupa bawa hati, ada satu fenomena unik yang selalu muncul di kolom komentar, terutama di platform seperti Kompasiana: kata ajaib bernama "mantap." Kata ini sering juga saya pakai buat memuji tulisan teman lain. Kalau tidak salah khusus untuk tiga penulis saya memakai kata itu namun dengan terusan yang lain.

Ya, "mantap." Satu kata yang seolah jadi mantra wajib. Muncul otomatis, seperti notifikasi WhatsApp yang tak bisa dimatikan. Tak peduli apakah tulisannya tentang resep rendang, review film, atau (ini yang paling absurd) tentang kematian seorang sahabat.

Bayangkan ini: seseorang menulis dengan hati yang remuk, menggambarkan kepergian sahabatnya yang tiba-tiba, kenangan yang tak sempat diucapkan, dan rasa hampa yang menggema di setiap paragraf. Lalu, di kolom komentar, muncul:

"Mantap!"
"Menarik banget!"
"Inspiratif, nih!"

Rasanya seperti datang ke rumah duka, lalu bilang ke keluarga almarhum: 

"Wah, acara pemakamannya aesthetic banget! Mantap, deh!"

Pasti langsung diusir pakai sapu lidi atau minimal dikirimi doa biar nggak komen sembarangan lagi.

Saat "Mantap" Jadi Robot Empati

Tulisan ini lahir dari keheranan: bagaimana mungkin kata yang biasanya dipakai untuk memuji gorengan renyah atau motor kencang, tiba-tiba jadi respons universal untuk segala jenis tulisan, termasuk duka?

Kalau "mantap" bisa bicara, mungkin ia akan protes:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun