Saat "Jangan Dipolitisasi" Menjadi Tameng untuk Menghindari Pertanggungjawaban
Â
"Anak-anak kita keracunan, muntah-muntah, dirawat di rumah sakit... dan respons tertinggi dari negara adalah: 'Jangan dipolitisasi.'"
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) "jangan dipolitisasi" Â (seperti dilansir Detik.com pada 27 September 2025) memicu gelombang tanda tanya besar di hati rakyat. Bukan karena mereka ingin mempolitisasi penderitaan, tapi karena yang diminta diam bukanlah politik, melainkan keadilan.
Ketika 194 siswa di Garut sakit, 230 siswa di Banggai dirawat, ratusan lainnya di Sumbawa, Lamongan, dan Baubau mengalami mual dan diare setelah makan makanan dari program pemerintah, maka ini bukan lagi soal "politik". Ini adalah bencana kemanusiaan yang sistematis, yang berulang, dan yang menunjukkan kegagalan struktural dalam perencanaan, logistik, dan pengawasan.
Lalu, apa maksud dari "jangan dipolitisasi"?
Apakah yang dimaksud adalah: Jangan protes terlalu keras? Jangan soroti pejabat yang gagal? Jangan ungkit-ungkit anggaran triliunan yang tidak bisa menghasilkan satu piring nasi yang aman?
Jika iya, maka pernyataan itu bukan lagi ajakan untuk menjaga persatuan. Ia telah berubah menjadi peringatan kepada rakyat untuk tidak bersuara terlalu keras atas penderitaannya sendiri.
Fakta yang Tidak Bisa Dinasionalisasi: Anak-Anak Benar-Benar Keracunan
Mari kita hadapi fakta: Di Garut, 194 siswa diperiksa di puskesmas karena gejala keracunan usai makan MBG (Kompas TV). Di Banggai, 230 siswa keracunan, 44 di antaranya masih dirawat di RS Trikora Salakan (Kompas TV). Di Baubau, 37 siswa jatuh sakit. Di Lamongan, belasan pelajar dilarikan ke rumah sakit dengan keluhan mual dan pusing. Di Bangkalan, paket MBG diketahui bau busuk sebelum dibagikan.
Ini bukan isu opini.
Ini bukan fitnah.
Ini bukan konspirasi.
Ini adalah data medis, laporan puskesmas, dan kesaksian langsung orang tua dan guru. Dan semua ini terjadi di bawah naungan program nasional yang dikendalikan oleh Badan Gizi Nasional (BGN), lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.