Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

[renungan] Allah Sumber Pembaruan Relasi dan Harapan yang Tidak Mengecewakan

28 September 2025   06:03 Diperbarui: 28 September 2025   06:03 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan qwen AI, dokpri)

Allah Sumber Pembaruan Relasi dan Harapan yang Tidak Mengecewakan

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

Hari ini, Sabda Tuhan datang seperti cermin yang jujur, menggugah hati, menantang kenyamanan, namun sekaligus membuka pintu bagi harapan baru. Dalam tiga bacaan liturgi (Amos 6:1a,4-7; 1 Timotius 6:11-16; dan Lukas 16:19-31) kita dihadapkan pada satu realitas yang terus menghantui umat manusia sepanjang zaman: kesenjangan antara kemewahan dan penderitaan, antara kepedulian dan ketidakpedulian, antara harapan dan keputusasaan. Dan di tengah jurang itu, Allah hadir bukan sebagai hakim yang murka, melainkan sebagai sumber pembaruan relasi dan jaminan harapan yang tidak mengecewakan (Spes Non Confundit).

Dalam bacaan pertama, nabi Amos mengecam para pemimpin Israel yang "tenang-tenang saja di Sion", tidur di ranjang gading, makan daging pilihan, minum anggur terbaik, dan "tidak peduli akan kehancuran Yusuf" (Am 6:6). Mereka bukan penjahat kejam, tetapi justru dosa mereka terletak pada ketidakpedulian yang sistematis, sebuah sikap yang sangat relevan di zaman kita. Di tengah kemajuan teknologi dan kenyamanan hidup, banyak dari kita (termasuk umat Katolik) hidup dalam "gelembung kenyamanan": tahu ada kemiskinan, ketidakadilan, atau krisis iklim, tetapi memilih tidak melihat, apalagi bertindak.

Dan puncak seruan pertobatan ini terdengar dalam Injil Lukas 16:19-31. Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus bukan hanya kisah moral, melainkan peringatan eskatologis: kekayaan duniawi tidak menjamin kehidupan kekal jika tidak disertai belas kasih. Yang tragis bukanlah kematian Lazarus, tetapi kematian hati orang kaya yang tak pernah melihat sesamanya sebagai saudara. Ia melihat Lazarus setiap hari di depan pintunya, namun tidak pernah mengulurkan tangan. Di zaman ini, Lazarus hadir dalam wajah-wajah yang sering kita abaikan: pengungsi yang ditolak, buruh migran yang dieksploitasi, lansia yang kesepian, anak muda yang kehilangan arah, atau saudara seiman yang terpinggirkan karena latar belakang, gender, atau pilihan hidup.

Namun, Allah tidak membiarkan kita terjebak dalam kebutaan rohani itu. Melalui surat 1 Timotius, Paulus menasihati: "Hai engkau, manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan" (1Tim 6:11). Ini adalah panggilan untuk hidup iman yang konkret, bukan sekadar ritual atau doktrin yang indah di kertas. Di era media sosial yang mendorong pencitraan diri dan konsumerisme yang menjadikan segalanya komoditas, ajakan ini menjadi penawar rohani yang radikal. Iman sejati tidak diukur dari seberapa banyak kita tahu, tetapi dari seberapa dalam kita mengasihi, berbagi, dan memulihkan relasi yang rusak.

Dan kabar baiknya adalah: jurang itu belum permanen selama kita masih hidup di dunia ini. Masih ada waktu untuk bertobat, membuka pintu hati, dan membangun relasi baru, relasi yang adil, inklusif, dan penuh kasih. Di sinilah tema BKSN 2025, "Allah Sumber Pembaruan Relasi dalam Hidup", menjadi sangat aktual. Allah bukan hanya menghakimi ketidakadilan, tetapi aktif memulihkan. Ia mengajak Gereja (kita semua) untuk menjadi tanda Kerajaan-Nya: komunitas yang membuka pintu, berbagi roti, dan memulihkan martabat setiap orang.

Dan dalam proses pembaruan itu, kita tidak sendirian. Kita dikuatkan oleh pengharapan yang tidak mengecewakan (Spes Non Confundit), tema Yubileum 2025. Harapan ini bukan optimisme kosong, tetapi keyakinan teguh bahwa Allah yang hidup tetap setia, bahkan ketika dunia runtuh. Seperti yang diingatkan Paulus, "Allah yang memberi hidup kepada segala sesuatu" (1Tim 6:13) adalah Allah yang sama yang mengangkat Lazarus ke pangkuan Abraham. Ia adalah sumber harapan yang tak pernah gagal, karena kasih-Nya telah dicurahkan dalam hati kita oleh Roh Kudus (Rm 5:5).

(lazarus si miskin berteman dengan anjing, sumber: gkjserpong)
(lazarus si miskin berteman dengan anjing, sumber: gkjserpong)

Lalu, Bagaimana Kita Mewujudkannya dalam Kehidupan Sehari-hari? Allah tidak menuntut kita melakukan hal-hal besar yang spektakuler, melainkan pilihan-pilihan kecil yang konsisten, yang mencerminkan hati-Nya yang penuh belas kasih dan rindu akan keadilan. Berikut beberapa langkah konkret:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun