Setia dalam Harta, Setia dalam Hidup: Menjadi Hamba Tuhan di Era Digital
Hidup hari ini serba cepat. Segalanya bisa diakses dalam hitungan detik informasi, hiburan, bahkan pujian dan pengakuan. Tapi di balik kemudahan itu, ada godaan besar: kita lupa untuk siapa kita hidup, dan untuk apa kita menggunakan apa yang Tuhan percayakan kepada kita.
Ketiga bacaan hari ini (Amos 8:4-7; 1Timotius 2:1-8; Lukas 16:1-13) dari nabi yang marah, rasul yang mengajak berdoa, hingga Yesus yang bicara soal uang seolah berkumpul untuk mengingatkan kita: kesetiaan bukan soal hal besar, tapi soal hal kecil. Dan di era digital, hal-hal kecil itulah yang justru paling menentukan arah hidup kita.
Tuhan Tidak Tuli Terhadap Ketidakadilan (Amos 8:4-7)
Bayangkan Anda sedang ke pasar dan di sana Nabi Amos berdiri di gerbang pasar, suaranya lantang: "Dengarlah ini, hai kamu yang menginjak-injak orang miskin... kamu berkata: 'Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum?'"
Mereka tidak sabar menunggu hari raya berakhir, bukan karena rindu ibadah, tapi karena ingin kembali berdagang, menipu, dan menumpuk keuntungan. Mereka memperlakukan manusia seperti angka di buku laba rugi. Dan Tuhan bersumpah: "Aku tidak akan melupakannya!"
Ini bukan hanya kisah zaman dulu. Ini teriakan Tuhan yang masih bergema hari ini terhadap mereka yang memanfaatkan kelemahan orang lain demi keuntungan. Terhadap sistem yang menghalalkan segala cara asal cuan mengalir.
Â
Doa Yang Membuka Langit (1 Timotius 2:1-8)
Paulus menulis kepada Timotius dengan nada lembut tapi tegas: "Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang..."
Semua orang. Bukan hanya yang kita sukai. Bukan hanya yang seiman. Tapi juga penguasa, musuh, bahkan mereka yang menyakiti kita. Mengapa? Karena doa bukan ritual, doa adalah jembatan yang menghubungkan surga dan bumi. Doa adalah senjata yang mengubah hati, meredakan amarah, dan membuka jalan damai.
Di tengah dunia yang penuh debat, hoaks, dan kebencian, Tuhan mengundang kita kembali ke tempat yang paling sederhana: berlutut. Karena hanya di hadapan-Nya, kita belajar rendah hati. Hanya dalam doa, kita ingat: semua manusia adalah ciptaan-Nya.
Â
Setia Dalam Perkara Kecil (Lukas 16:1-13)
Yesus bercerita tentang seorang bendahara yang ketahuan curang. Tapi alih-alih memuji kejujurannya, Yesus justru memuji kecerdikannya, karena ia tahu mempersiapkan masa depan. Lalu Yesus berkata: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Ini bukan cerita tentang bagaimana menjadi pintar menipu. Ini cerita tentang prioritas. Tentang pilihan. Tentang kesetiaan.
Tuhan tidak menuntut kita sempurna. Tapi Ia melihat: bagaimana kita mengelola hal-hal kecil uang receh, waktu luang, kata-kata di media sosial, bahkan pikiran yang kita biarkan bersemayam. Dari situlah Ia tahu, apakah kita sungguh-sungguh milik-Nya.
Â
Relevansi Untuk Umat Kristeni Di Era Digital
Kita hidup di zaman di mana "harta" tidak lagi hanya berupa uang atau tanah. Harta zaman ini adalah waktu, perhatian, data, pengaruh, dan reputasi digital. Dan sayangnya, banyak dari kita (tanpa sadar) telah menjadi hamba dari "mamon digital".
Kita rela begadang demi scroll tak berujung.
Kita mengorbankan kebenaran demi konten viral.
Kita diam saat melihat ketidakadilan, asal tidak kena cancel.
Kita lebih sibuk mengejar likes daripada mencari wajah Tuhan.
Tuhan tidak marah karena kita punya gadget. Tapi Ia sedih ketika gadget itu menguasai hati kita siang dan malam, bahkan waktu kita lebih banyak bersama gadget daripada bersama keluarga dan Allah sendiri. Ketika kita lebih takut kehilangan followers, atau rendahnya likers daripada kehilangan kasih-Nya. Ketika kita lebih setia pada algoritma daripada Firman-Nya.Â
Amos mengingatkan: jangan eksploitasi sesama demi keuntungan.
Paulus mengajak: jadikan doa sebagai napas pertama sebelum berkomentar.
Yesus menegaskan: kesetiaan diukur dari hal kecil, termasuk bagaimana jempolmu bergerak di layar.
Sebelum kamu membuka aplikasi hari ini, tanyakan pada dirimu: "Apakah ini memuliakan Tuhan? Apakah ini membangun sesama? Apakah ini membuatku lebih dekat dengan-Nya atau justru menjauh?"
Kesetiaan bukan soal tidak pernah salah. Tapi soal selalu kembali kembali kepada Tuhan, kembali kepada kebenaran, kembali kepada cinta yang tulus.
Dalam era digital yang serba cepat dan penuh godaan, algoritma Tuhan mengajarkan kita bahwa kesetiaan sejati tidak terletak pada hal besar, melainkan pada hal kecil yang kita lakukan setiap hari, seperti mengelola waktu, perhatian, dan kata-kata di media sosial, serta menjaga hati dari ketamakan dan ketidakadilan. Tuhan memandang bagaimana kita setia dalam mengelola harta yang dipercayakan-Nya, baik berupa uang, waktu, maupun data digital, karena dari hal-hal kecil inilah cerminan hubungan kita dengan-Nya.Â
Melalui doa, kejujuran, dan ketekunan dalam memperjuangkan keadilan, kita diajak untuk kembali kepada-Nya setiap saat, menyadari bahwa kesetiaan itu bukan soal sempurna, tetapi tentang konsistensi dan keberanian untuk selalu kembali kepada cinta dan kebenaran, bahkan di tengah godaan dan kemudahan era digital yang bisa mengalihkan hati dari Tuhan dan sesama. Â
Selamat berhari Minggu. Mari kita selalu belajar setia dalam hal-hal kecil, agar Allah setia dalam hal besar kepada kita.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI