Bagi saya, membuat mind map bukan sekadar teknik. Ia adalah ritual. Ritual untuk menghormati ide-ide liar yang datang tanpa diundang. Ritual untuk memberi ruang pada pikiran yang tak mau diam. Ritual untuk mengatakan pada diri sendiri: "Aku mendengarmu. Aku mencatatmu. Aku tak akan biarkan kau hilang."
Dan dari ritual inilah, tulisan utuh lahir, bukan karena dipaksakan, tapi karena dirawat. Bukan karena dicari, tapi karena dikumpulkan perlahan, setia, seperti mengumpulkan remah-remah roti di hutan, agar bisa pulang ke rumah.
Penutup: Ide Dasar Kita Adalah Warisan Jiwa Kita
Jadi, jika kamu sering kehilangan ide, jangan salahkan dirimu. Salahkan sistemmu. Mulailah buat peta. Buat simbol. Buat bahasa rahasia antara kamu dan ide-ide gilamu.
Karena ide dasar tulisan kita, bukan sekadar bahan mentah. Ia adalah jejak jiwa. Jejak perasaan, pengalaman, luka, rindu, marah, syukur (yang kalau tidak ditangkap, akan menguap) dan dunia kehilangan satu suara yang mungkin justru paling dibutuhkan.
Mind mapping dan simbol pribadi adalah cara saya menjaga suara itu tetap hidup sampai ia siap lahir menjadi tulisan utuh yang bisa menyentuh hati orang lain.
Dan kamu?
Peta apa yang sedang kamu gambar hari ini?
Simbol apa yang sedang kamu ciptakan untuk ide yang tak mau pergi, tapi juga tak mau bicara?
Tulislah.
Gambarlah.
Simpanlah.
Karena dari coretan kecilmu bisa lahir kekuatan besar.
"Ide adalah burung liar. Jangan kejar.
Sediakan saja pohon, lalu ia akan hinggap,
berkicau, dan tinggal
sampai waktunya terbang jadi tulisan."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI