Yang ironis, semua proyek ini dipromosikan sebagai "energi bersih" dan "solusi untuk perubahan iklim," padahal di lapangan justru menciptakan masalah baru: konflik sosial, pelanggaran hak asasi, dan kerusakan lingkungan.
Mengapa Ini Terjadi?
Menurut Laudato Si', masalahnya ada pada "paradigma teknokratis", cara pandang yang hanya melihat teknologi sebagai solusi segala masalah, tanpa mempertimbangkan aspek manusia dan lingkungan. Dalam pandangan ini, alam hanya dianggap sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi, dan masyarakat yang menolak proyek dianggap sebagai "hambatan" yang harus disingkirkan.
Pemerintah kita terlalu fokus pada aspek finansial dan teknis, sementara dampak sosial dan lingkungan dianggap "eksternalitas" yang bisa diabaikan. Hasilnya? Proyek energi yang seharusnya membawa kesejahteraan justru memicu konflik dan ketidakadilan.
Jalan Keluar yang Lebih Manusiawi
Laudato Si' menawarkan solusi yang lebih holistik (Ekologi Integral) yang menggabungkan keadilan sosial, kelestarian lingkungan, dan kebijaksanaan spiritual. Bagaimana penerapannya di Indonesia?
Pertama, Model Energi Berbasis Komunitas. Alih-alih proyek besar yang sentralistik, kita perlu mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas. Contohnya, PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) di Ciptagelar, Sukabumi. Dikelola oleh warga setempat, proyek ini tidak hanya memberikan listrik, tapi juga menjaga kelestarian sungai dan memperkuat budaya lokal.
Program ACCESS yang memanfaatkan tenaga surya di daerah terpencil juga menunjukkan keberhasilan pendekatan desentralisasi. Masyarakat bukan lagi objek pembangunan, tapi menjadi subjek yang aktif berpartisipasi.
Kedua, Menghargai Hak Masyarakat Adat. Penting untuk menerapkan prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent), persetujuan bebas, didahului, dan diinformasikan, sebelum memulai proyek apa pun di wilayah adat. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga tentang penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Ketiga, Literasi Lingkungan untuk Semua. Perubahan dimulai dari kesadaran. Program literasi lingkungan seperti yang dilakukan di Pantai Dlodo menunjukkan betapa pentingnya edukasi untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kelestarian lingkungan. Dari sini, muncul inisiatif mandiri seperti patroli kebersihan pantai.
Pertobatan Ekologis: Bukan Hanya Soal Teknologi
Laudato Si' mengajak kita pada "pertobatan ekologis", perubahan cara pandang dari yang semula antroposentris (manusia sebagai pusat segala sesuatu) menjadi biosentris (menghargai nilai intrinsik alam). Ini bukan hanya soal teknologi atau kebijakan, tapi juga tentang spiritualitas.