Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[voxpop] Perampasan Aset ala Mahasiswa: Antara DPR yang Menunggu SMS dan Rakyat yang Mulai 'Eksekusi'

2 September 2025   17:06 Diperbarui: 2 September 2025   21:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan Grok.AI, dokpri)

Perampasan Aset ala Mahasiswa: Antara DPR yang Menunggu SMS dan Rakyat yang Mulai 'Eksekusi'

Pagi yang cerah 2 September 2025 (atau mungkin hanya terlihat cerah karena asap dari demo kemarin sudah mengendap) puluhan mahasiswa dari berbagai kampus berkumpul di depan Gedung DPR. Mereka bukan datang untuk konser, bukan pula untuk selfie di depan patung Garuda. Mereka datang dengan spanduk tajam:

"SAHKAN UU PERAMPASAN ASET SEKARANG! KAMI TAK MAU TUNGGU LAGI!"

Di dalam ruang rapat, Komisi III DPR sedang mengadakan rapat kerja. Rapat yang seharusnya membahas percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset (yang sudah mangkrak sejak zaman presiden sebelumnya) berubah menjadi ajang saling lempar tanggung jawab.

Anggota dari Fraksi A berkata, "Kami siap mendukung, tapi harus menunggu arahan dari Ketua Umum partai dulu. Beliau sedang golf di Puncak."

Anggota dari Fraksi B menyahut, "Kami juga mendukung, tapi perlu koordinasi dengan Sekjen. Tapi beliau sedang meeting online... katanya jaringan jelek."

Anggota dari Fraksi C hanya mengangguk-angguk, lalu berbisik ke stafnya, "Cek dulu, apakah ada mention di X soal ini. Jangan sampai kita salah sikap."

Sementara itu, di luar, mahasiswa mulai kehabisan kesabaran.

"Kami sudah aksi dari 2023! Katanya UU Perampasan Aset untuk koruptor, pelaku kejahatan keuangan, mafia tanah... Tapi sampai sekarang belum sah juga! Padahal, rakyat sudah ngebet pengin lihat rumah mewah koruptor jadi aset negara!"

Salah satu mahasiswa naik ke atas mobil komando, megafon di tangan, wajah serius, tapi nada suaranya nyeleneh:
"Kalau Bapak-Bapak tidak segera sahkan UU-nya, jangan salahkan kami jika masyarakat mulai melakukan perampasan aset secara mandiri!"

Massa langsung riuh.

"Lihat ini!" serunya, mengangkat ponsel yang memutar video viral: rumah mewah di kawasan elite yang dijarah massa. "Ini rumah Ahmad Sahroni? Bukan. Ini rumah Uya Kuya? Bukan. Ini rumah Eko Patrio? Juga bukan!"

Dia berhenti sejenak, membuat dramatisasi ala sinetron.

"Ini adalah rumah fiksi... hasil deepfake dan editing kreatif dari teman-teman Fakultas Komunikasi! Tapi... kalau UU-nya tidak disahkan, besok bisa jadi kenyataan!"

Massa tertawa terbahak-bahak, tapi di balik tawa itu ada amarah yang nyata.

"Kami tidak mau merampas aset secara liar! Tapi kalau Bapak-Bapak terus menunggu SMS dari Ketum, sementara rakyat melihat aset negara dikorupsi dan pelakunya hidup mewah, jangan heran kalau suatu hari nanti ada warga yang bawa gergaji, kunci pas, dan spanduk bertuliskan 'Ini Aset Rakyat, Saya Titipkan di Garasi Saya Dulu!'"

Di dalam gedung, seorang anggota dewan yang kebetulan menonton siaran langsung di HP-nya langsung tersedak kopi.

"Ini mahasiswa nggak cuma kritis... mereka sudah masuk ranah stand-up comedy politik!" katanya sambil geleng-geleng.

Tapi tiba-tiba, suasana berubah. Sekjen Fraksi A buru-buru masuk ke ruangan.
"Pak! Ada update dari Ketum! Beliau bilang... approve aja RUU-nya, asal jangan sampai nanti nama partai dikait-kaitkan dengan penjarahan rumah artis!"

"Tapi Pak, itu kan cuma video bohongan!"
"Tapi viral, Mas! Viral itu bahaya! Rakyat bisa percaya!"

Akhirnya, dengan tergesa-gesa, rapat dipercepat. Draft UU dikeluarkan dari laci yang sudah berdebu. Tanda tangan mulai berpindah tangan. Salah satu anggota bahkan menandatangani sambil berkata,
"Semoga Tuhan mengampuni kami... bukan karena menunda-nunda, tapi karena baru bertindak setelah dikancani lewat parodi penjarahan rumah Uya Kuya."

(olahan chat GPT, dokpri)
(olahan chat GPT, dokpri)

***

Beberapa hari kemudian, RUU Perampasan Aset resmi disahkan.
Presiden menandatangani dengan senyum.
Mahasiswa merayakan dengan cara damai: makan bakso keliling sambil bawa spanduk bertuliskan:

"Terima kasih DPR. Ternyata Bapak-Bapak butuh ancaman penjarahan rumah artis agar cepat kerja."

Sementara itu, di grup WhatsApp Fraksi, muncul pesan dari seorang anggota:

"Next, kita bahas UU Penanganan Provokator Humor Politik. Bahaya banget, nih."

Tapi tidak ada yang membalas.
Karena semua sedang sibuk uninstall TikTok.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun