Dua Dunia dalam Satu Langkah: Kunjungan Industri yang Menyentuh Jiwa Bali
Pukul 02.00 WIB, udara segar Gilimanuk menyambut rombongan SMK Kesehatan Binatama yang berangkat dari Ketapang. Di balik kabut pagi, seorang pria berambut ikal dengan udeng merah menyala dan senyum hangat menyambut mereka: Pak Wayan, local guide berusia 50 tahun yang telah 30 tahun mengajak wisatawan "menghirup napas Bali". Â
"Selamat datang di Pulau Dewata, Anak-Anakku," sapanya sambil menyerahkan canang sari kecil ke setiap siswa. "Ini bukan sekadar kunjungan industri. Kita akan belajar tentang obat, tapi juga obat bagi jiwa: cara orang Bali hidup berdampingan dengan alam dan leluhur." Â
Soka Indah: Air Suci yang Mengalir dari Leluhur
Di Soka Indah tempat kami akan mandi dan sarapan, mata air jernih yang dikelilingi pepohonan rindang, Pak Wayan menghentikan langkah rombongan sebelum mereka bermandi. "Air di sini tak hanya untuk membersihkan tubuh, tapi juga tirta yadnya, air suci yang dipakai upacara. Saat mandi, jangan berteriak atau buang sampah. Air adalah darah bumi, jangan kotori."Â Ia menunjukkan cara menyiram air ke dahi sambil berdoa kecil, "Seperti ini, pelan-pelan. Di Bali, setiap tetes air adalah berkah." Â
Beberapa siswa terkejut melihat canang sari di di depan. "Jangan injak!"Â tegur Pak Wayan lembut. "Itu sesajen untuk dewa penjaga air. Kalau kaki menyentuhnya, kita harus mecaru, memohon maaf dengan upacara kecil."
(foto bersama di depan PT Varash Indonesia Jaya, foto: Pak Zahid)
PT Varash Indonesia Jaya: MLM yang Berakar pada Gotong Royong

Saat memasuki aula PT Varash Indonesia Jaya, Pak Wayan berbisik, "Perusahaan ini 'naik daun' karena sistem MLM-nya, tapi lihatlah akarnya: gotong royong Bali. Mereka tak hanya jualan obat, tapi ajak masyarakat bangun jaringan seperti subak, sistem irigasi sawah yang diwariskan leluhur."
Di gudang produksi, sang manajer menjelaskan proses Varash Care Hot Natural Oil yang menggunakan minyak kelapa dan jahe Bali. Pak Kadek (orang PT Varash) menimpali, "Bahan-bahannya mirip boreh, lulur tradisional Bali untuk pemulihan usai upacara berat. Tapi di sini, dikemas modern. Itulah kecerdasan Bali: tradisi tak mati, hanya berpakaian baru."
Seorang siswa hampir menyentuh patung kecil di sudut ruang produksi. "Jangan!" Pak Kadek menghentikannya. "Itu pelinggih, tempat roh penjaga perusahaan. Kalau mau foto, minta izin dulu dengan nyembah kecil. Di Bali, setiap tempat punya 'penjaga', bahkan pabrik."
Dengan melihat langsung pembuatan obat tradisional dengan bahan-bahan lokal yang sangat familier dengan hidup para siswa, diharapkan para siswa khususnya program teknologi farmasi memiliki wawasan untuk mengembangkan obat di masa depan. Pengalaman nyata semacam ini sangat penting dan perlu diperkenalkan sejak dini.
Bali Karang Prima & Jogger: Belanja dengan Hati
Saat makan siang di Pusat Oleh-Oleh Bali Karang Prima, para guru, siswa dan kru transportasi menikmati makan siang. Kemudian dilanjutkan dengan belanja oleh-oleh khas Bali.
Di Jogger, pusat kaos legendaris yang hanya melayani pembeli datang langsung, Pak Wayan tertawa melihat siswa bingung. "Di sini tak ada online karena kaosnya dibordir tangan oleh ibu-ibu desa. Setiap jahitan adalah doa. Kalau beli, hargai dengan tawar-menawar sopan. Jangan seperti di pasar, di Bali, tawar itu ngayah (kerja suka rela), bukan akal-akalan."
Â
Senja di Kuta: Sunyi yang Berbicara
Saat senja menjelang di Pantai Kuta, Pak Wayan duduk di pasir, mengajak siswa menatap ombak. "Orang Bali percaya, matahari terbenam adalah saat Bhatara Surya pulang ke istananya di laut. Jadi, jangan berenang saat ngelawang (senja). Ombaknya 'marah' karena sedang membersihkan jalur dewa." Ia menunjuk sesajen di pinggir pantai. "Lihat, canang sari di sini berwarna kuning, untuk dewa matahari. Jangan ganggu, biarkan alam berbicara."Â
Seorang siswi hampir menginjak sesajen. "Aduh, jangan! Kalau kaki menyentuh, besok pagi harus bawa tamiang (daun pisang) dan kembang setaman ke sini untuk mecaru," jelas Pak Wayan sambil tertawa. "Tapi jangan takut, asal hati tulus, leluhur pasti mengerti."Â
Malam yang Menyatukan Dua Dunia
Di Krisna, usai makan malam, Pak Wayan berdiri di depan rombongan. *"Kalian datang untuk lihat pabrik obat, tapi pulang dengan obat lain: kesadaran. PT Varash mengajarkan bisnis, tapi Bali mengajarkan tri hita karana, harmoni manusia, alam, dan Tuhan. Itulah yang membuat obat mereka 'naik daun': tak hanya menyembuhkan tubuh, tapi juga menjaga keseimbangan jiwa."
Ia menyerahkan kain endek ke setiap siswa. "Bawa ini sebagai pengingat: di Bali, setiap langkah harus dihiasi kesadaran. Jangan hanya lihat MLM-nya, tapi lihat juga manusia di baliknya."
Saat bus meluncur ke hotel, langit Bali berkedip seperti canang sari yang dinyalakan. Di jendela, bayangan siswa terpantul bersama senyum Pak Wayan, seorang penjaga budaya yang mengubah kunjungan industri menjadi ngayah untuk jiwa muda. Â
"Bali bukan sekadar destinasi, Nak,"Â bisiknya pada angin. "Ia adalah guru yang tak pernah berhenti mengajarkan: hidup itu obat, jika kita tahu cara meraciknya."