Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lebih Dekat dengan Dyslexia, Dysgraphia, dan Dyscalculia

19 Juli 2025   13:06 Diperbarui: 19 Juli 2025   13:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Ketiga kondisi ini seringkali membuat anak merasa "berbeda", bahkan "tertinggal". Tapi justru di sinilah peran penting seorang guru: bukan hanya mengajar, tapi juga memahami, menerima, dan membantu anak menemukan caranya sendiri untuk belajar.

Dan kini, di era Kurikulum Merdeka, kita diberikan ruang dan kesempatan untuk melakukan hal itu dengan lebih leluasa. Kurikulum yang menekankan pada pembelajaran mendalam (deep learning), kemerdekaan berpikir, dan pengembangan kompetensi sesuai potensi masing-masing siswa, menjadi fondasi yang kuat untuk mendukung anak-anak dengan dyslexia  dysgraphia, dan dyscalculia.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Bagaimana Guru Mengatasi Kesulitan Ini dalam Konsep Pembelajaran Mendalam?

Dalam konsep pembelajaran mendalam di bawah naungan Kurikulum Merdeka, guru memiliki peran kunci dalam membantu siswa dengan dyslexia, dysgraphia, dan dyscalculia. Dengan pendekatan yang lebih personal dan inklusif, guru tidak hanya mengajar, tapi juga memahami kebutuhan unik setiap siswa, memanfaatkan strategi multisensori, memberikan fleksibilitas dalam penilaian, menciptakan lingkungan kelas yang aman, serta menjalin kolaborasi dengan orang tua dan ahli. 

Langkah-langkah berikut ini ini menjadi fondasi kuat bagi pembelajaran yang tidak hanya mendalam, tapi juga berpihak pada setiap potensi yang dimiliki oleh setiap anak.

Pertama, Mengenal dan Memahami Karakteristik Setiap Siswa. Pembelajaran mendalam dimulai dari memahami siapa siswa kita. Dengan mengenali kekuatan dan tantangan masing-masing anak, guru bisa merancang strategi pembelajaran yang lebih personal dan inklusif.

Kedua, Menggunakan Pendekatan Multisensori. Anak dengan gangguan belajar sering kali lebih mudah memahami konsep melalui pengalaman langsung. Misalnya, anak dengan dyscalculia bisa belajar konsep angka melalui alat peraga seperti blok atau uang mainan. Anak dengan dyslexia bisa dibantu dengan audio atau visualisasi bacaan.

Ketiga, Memberikan Fleksibilitas dalam Penilaian. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi guru untuk menilai siswa tidak hanya melalui tes tertulis, tapi juga proyek, presentasi, atau penilaian berbasis kinerja. Ini adalah angin segar bagi anak dengan dysgraphia, yang mungkin lebih baik mengekspresikan ide melalui suara atau gambar.

Keempat, Membangun Lingkungan Kelas yang Mendukung dan Aman. Anak dengan gangguan belajar membutuhkan lingkungan yang tidak menyalahkan, tidak membandingkan, dan tidak membuat mereka merasa "cacat". Sebaliknya, mereka butuh suasana kelas yang mendukung kepercayaan diri dan semangat untuk terus mencoba.

Kelima, Kolaborasi dengan Orang Tua dan Ahli. Guru bisa bekerja sama dengan orang tua, psikolog, atau ahli pendidikan khusus untuk merancang strategi pembelajaran yang tepat. Dengan kolaborasi ini, anak bisa mendapatkan dukungan yang konsisten antara sekolah dan rumah.

Inspirasi dari Perbedaan

Banyak tokoh hebat dunia yang ternyata memiliki dyslexia, seperti Albert Einstein, Leonardo da Vinci, dan Agatha Christie. Mereka mungkin kesulitan membaca, tapi justru mampu melihat dunia dengan cara yang unik dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun