Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dalam Bingkai Kolaborasi Orang Tua dan Sekolah
Â
Setiap tahun ajaran baru di Indonesia selalu diawali dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), sebuah proses transisi penting bagi peserta didik dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK).
Hari ini, Senin 14 Juli 2025 merupakan MPLS hari pertama di empat sekolah yang saya ikut menjadi salah satu tenaga pendidiknya. Saya berkesempatan untuk mengikuti upacara sekaligus seremoni MPLS di sekolah induk, SMK Karya Rini Sleman. Ada yang menarik dari MPLS di Karya Rini adalah kehadiran Ketua Yayasan Hari Ibu Kowani, Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch. PhD dan jajaran. Ini pertama kalinya Ketua Yayasan hadir dalam PLS sekaligus memperkenalkan langsung Yayasan kepada siswa SMK Karya Rini yang bernaung di bawah Yayasan yang sama.Â
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 18 Tahun 2016, MPLS diarahkan untuk lebih bersifat edukatif, menggantikan praktik penerimaan peserta didik baru yang kerap disertai perploncoan atau kekerasan fisik maupun psikologis.
Proses ini bukan sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan momen krusial yang membentuk identitas sosial, emosional, dan budaya para peserta didik, sekaligus menjadi awal kemitraan antara orang tua, guru, dan karyawan sekolah. Melalui lensa psikologis dan antropologis, MPLS dapat dipahami sebagai fondasi pendidikan holistik yang mencerminkan nilai-nilai budaya Indonesia.
Selama lima hari ke depan para siswa akan mengikuti rangkaian PLS yang sudah disiapkan oleh panitia dengan tema-tema yang edukatif.Â
Pembentukan Rasa Aman dan Identitas Diri
Secara psikologis, MPLS bertujuan membangun rasa aman dan percaya diri pada peserta didik, terutama di lingkungan baru yang seringkali memicu kecemasan. Bagi anak usia TK/RA (3-6 tahun), MPLS menjadi sarana pengenalan bertahap terhadap rutinitas sekolah, seperti bermain bersama teman atau mendengarkan instruksi guru.
Aktivitas yang ramah dan menyenangkan, seperti permainan edukatif atau cerita bersama, membantu mengurangi separation anxiety dan membangun ketergantungan positif pada figure otoritatif, seperti guru.
Pada tingkat SD/MI (6-12 tahun), MPLS lebih berfokus pada pembentukan identitas sosial melalui interaksi kelompok. Anak mulai belajar berbagi peran, menghargai perbedaan, dan mengembangkan keterampilan komunikasi.
Sementara itu, untuk remaja di SMP/MTs hingga SMA/SMK (12-18 tahun), MPLS menjadi ruang eksplorasi diri dan pembentukan karakter. Workshop manajemen stres akademik, pelatihan kepemimpinan, atau diskusi tentang pentingnya pendidikan dapat memicu refleksi diri dan motivasi belajar.