Orang Tua dan Guru: Warisan Cinta dan Ilmu yang Tak Pernah Padam
Ada malam-malam ketika kenangan datang seperti angin, membawa aroma masa kecil dan suara-suara penuh kasih yang kini hanya bergema dalam hati. Semalam, saat membaca tulisan seorang imam misionaris berjudul Healing Without Medicine, bukan mukjizat penyembuhan yang menyentuh jiwa saya, melainkan kisah sederhana tentang orang tuanya.
Dalam baris-baris itu, saya menemukan bayang-bayang ayah dan mama saya sendiri, dua sosok yang menjadi guru pertama dalam hidup, yang mengajarkan cinta, pengorbanan, dan kebijaksanaan dengan cara yang tak pernah tertulis di buku mana pun.
Ayah: Cahaya Ilmu dalam Kesederhanaan
Ayah saya adalah seorang guru honorer di SMP negeri di desa kecil kami. Dengan jas putih usang namun selalu rapi, ia berdiri di depan kelas, mengajar bahasa Inggris dan matematika tanpa buku paket atau catatan. Ia seperti penyihir yang menarik pengetahuan dari udara, menjelaskan rumus-rumus rumit atau tata bahasa Inggris dengan mata berbinar dan suara penuh semangat. "Belajarlah sekarang, atau kau akan menyesal nanti," katanya kepada murid-muridnya, termasuk saya.Â
Kata-kata itu terbukti benar ketika seorang teman, bertahun-tahun kemudian, menceritakan kegagalannya melamar kerja di kapal asing karena lemahnya bahasa Inggris. "Apa yang Bapak Guru bilang dulu benar, Le," ujarnya dengan nada penuh penyesalan.
Gaji ayah tak pernah sebanding dengan dedikasinya, terakhir hanya Rp600.000 sebulan. Namun, ketika ia meninggal pada tahun 2007, dalam pelukan saya setelah saya menemaninya empat hari di saat-saat terakhir hidupnya, ribuan orang memenuhi halaman rumah kami. Mereka adalah mantan murid, tetangga, dan sahabat yang menangis seolah kehilangan bapak sendiri. Upacara kedinasan digelar untuk menghormatinya, sebuah penghargaan langka bagi guru honorer.Â
Saat jenazahnya diturunkan ke makam di samping rumah, tangisan ribuan orang menggema, seakan langit ikut berduka. Napas terakhirnya yang menghembus di dada saya adalah berkat sekaligus luka, pengingat bahwa ilmu yang diberikan dengan tulus akan hidup abadi, jauh melampaui batas kehidupan.
Mama: Ratu Kecil dengan Kebijaksanaan Besar
Mama, di sisi lain, adalah wanita sederhana dengan pendidikan sekolah dasar, namun kebijaksanaannya setara seorang filsuf. Ia cucu seorang raja kecil dari Wajo Nagekeo, sebuah darah bangsawan yang memberinya kharisma alami. Ketika ia berbicara di depan ibu-ibu PKK, mengajarkan resep masakan yang entah dari mana ia pelajari, semua mata tertuju padanya.Â
Resep-resep itu bukan sekadar petunjuk memasak; mereka menjadi warisan di setiap pesta pernikahan di desa kami, membawa kehangatan dan kebersamaan. Mama punya cara mendengarkan dan menasihati yang sederhana namun mendalam, seolah ia memahami rahasia hidup yang tak pernah diajarkan di sekolah.