Saya teringat seorang siswa kelas 12, yang meski berjuang dengan keterbatasan ekonomi, selalu menuliskan jawaban dengan penuh ketekunan. Nilai yang saya berikan untuknya bukan sekadar angka, tetapi pengakuan atas perjuangannya: sebuah bentuk damai yang memberi harapan, bukan menghakimi. Aura positif di ruangan ini memperkuat keyakinan saya bahwa kebersamaan kami sebagai guru adalah cerminan damai, saling menguatkan untuk memberikan yang terbaik bagi siswa.
Proses koreksi berlangsung dengan penuh semangat. Kami saling bertukar pandangan, mendiskusikan jawaban siswa yang unik atau membingungkan. Ada momen ketika seorang guru bahasa Inggris berbagi cerita tentang siswa yang menulis esai penuh makna meski dengan tata bahasa sederhana, dan kami semua tersenyum, tersentuh oleh usaha itu.
Kebersamaan ini bukan hanya membuat tugas terasa ringan, tetapi juga menularkan semangat untuk melihat setiap siswa sebagai individu dengan cerita mereka masing-masing. Saya belajar bahwa koreksi bersama bukan sekadar soal menyelesaikan tumpukan kertas, tetapi tentang membangun damai dalam pendidikan, damai yang lahir dari kolaborasi, saling menghargai, dan komitmen untuk keadilan.
Ketika sesi koreksi selesai, kami menutupnya dengan obrolan ringan dan rencana untuk kopi darat di lain waktu. Saya melangkah keluar dari SMK Karya Rini dengan senyum, merasakan kepuasan yang sulit diucapkan. Matahari sudah semakin terik, tetapi hati saya terasa penuh cahaya, seperti pagi tadi di Gua Maria. Aura positif dari kebersamaan tadi, semangat yang menular di antara para guru, dan damai yang saya temukan dalam tugas ini mengingatkan saya bahwa pendidikan adalah ladang untuk menyemai harapan bagi siswa, bagi kami sebagai pendidik, dan bagi dunia yang lebih baik.
Refleksi di Ujung Hari
Hari ini, saya menjalani dua kegiatan yang mengajarkan saya tentang damai sejati: damai yang bukan sekadar ketenangan lahiriah, tetapi pilihan sadar untuk hidup dalam kasih, iman, dan empati. Di Gua Maria, saya belajar bahwa damai dalam keluarga adalah fondasi pelayanan, lahir dari kehadiran Kristus yang mengubah keputusasaan menjadi sukacita dan harmoni.
Di SMK Karya Rini, saya memahami bahwa damai dalam pendidikan berarti menilai dengan hati jernih (meski harus tetap objektif), menghargai setiap perjuangan siswa, dan membangun kebersamaan yang menularkan semangat positif di antara para guru.
Kedua momen ini, meski berbeda, mengajarkan bahwa damai adalah perjalanan batin yang terus-menerus, sebuah komitmen untuk memilih kasih dan keadilan di tengah tantangan kehidupan.
Pulang dengan tubuh lelah tetapi jiwa penuh, saya merasa membawa benih damai yang kini bertumbuh di hati.
Damai sejati, seperti yang saya temukan hari ini, adalah anugerah yang hidup, hadir dalam doa di Gua Maria, dalam tawa dan kolaborasi saat koreksi bersama di SMK Karya, dan dalam setiap langkah kecil yang saya ambil dengan cinta.
Untukmu yang membaca, semoga kisah ini menginspirasimu untuk menemukan dan menyemai damai dalam tugas sehari-hari, seperti yang saya rasakan dalam ziarah dan pelayanan hari ini. Sampai jumpa di petualangan berikutnya!