Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Tarian Tradisional vs Teknologi Modern, Siapa Lebih Keren

5 April 2025   20:00 Diperbarui: 5 April 2025   20:10 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Tarian Tradisional vs Teknologi: Siapa yang Lebih Keren?

 

Peringatan ulang tahun desa kali ini seru, terjadi duel sengit antara Penari Tradisional dan Teknologi Modern. Dengan sorot mata penuh semangat, mereka siap menunjukkan kehebatan masing-masing. Siapakah yang akan keluar sebagai juara?

Di desa Seruni, ada seorang penari tradisional bernama Bu Rani. Dia terkenal dengan gerakan tariannya yang anggun dan cerita-cerita legendanya yang bikin semua orang terharu. Namun, setiap kali dia menari, bakalan ada satu suara nyaring datang dari smartphone yang dibawa oleh anak-anak muda di desa, "Eh, Bu Rani, coba lihat, ada aplikasi AR yang bisa bikin tarian kamu jadi 3D! Lebih keren, kan?"

Bu Rani menarik napas panjang, "Anak-anak, apa kalian tahu bahwa tari tradisional ini sudah ada dari zaman dinosaurus?! Atau... ya, lebih tepatnya nenek moyang kita. Dan sekarang kita malah berpikir tentang aplikasi di tengah merayakan Idul Fitri?"

"Tapi Bu, kami mau bawa tarian ini ke level berikutnya! Coba bayangkan, Bu Rani nampak menari di layar smartphone kami di pesta pasca Idul Fitri! Pasti semua pasien baper!" ujar Doni, sambil menggoyang-goyangkan smartphone-nya.

"Baper? Bagaimana bisa baper dengan layar pipih itu? Hanya menambah nilai komersial, bukan kesenian!" ejek Bu Rani, dengan suara sedikit mengancam.

Di sisi lain, muncul si Teknologi Modern, dengan kacamata hitam dan hoodie, siap menantang Bu Rani. "Hai, Bu Rani! Kenapa harus ribut? Cobalah lihat potensi kolaborasi kita! Lagipula, siapa yang mau ngikutin gerakan tari dengan teknik yang sudah kuno?"

Bu Rani tersenyum sinis. "Kuno? Nak, tahukah kau bahwa kuasa tari ini mampu menembus batas waktu dan ruang? Tak perlu kau menambah efek suara gempita untuk membuatnya lebih berkesan!"

"Ya, Bu, tapi dengan bantuan AR, orang bisa merasakan terbang ke angkasa sambil melihat kamu menari di pesta Idul Fitri! Tanpa harus ke desa Seruni!" jawab si Teknologi, dengan antusias.

"Jadi kamu ingin orang menari hanya lewat layar saja? Betapa murahnya seni ini!" Bu Rani nyengir dengan sarkastis. "Kalau begini, lebih baik saya menari di atas sepeda motor, pasti lebih viral!"

Seketika, seluruh anak muda di desa menahan tawa. "Sell me that bike, Bu Rani!" teriak Doni. "Mungkin bisa menjadi tren baru, Tarian di Atas Motor! Hehehe."

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

"Kurang ajar! Nanti di sosial media kalian bisa mendapatkan like-likes dari orang-orang luar, tapi hatinya takkan merasakannya!" sindir Bu Rani.

Mengetahui suasana semakin memanas, si Teknologi berpikir sejenak. "Bagaimana kalau kita bekerjasama? Kamu bisa jadi penari tradisional yang memukau, dan aku bisa bawa tarian ini ke seluruh dunia dengan teknologi! Bayangkan momentum yang bisa kita ciptakan di pesta ini, di tengah kebahagiaan pasca Idul Fitri!"

Bu Rani tertegun, "Hmm, mungkin ide itu bisa diterima. Tapi, hanya jika aku tetap menjadi penari utama dan semuanya tetap terhubung dengan akar budaya. Jangan sampai kita mengganti warisan dengan komoditas!"

"Setuju! Maka ayo kita buat video kolaborasi! Ciptakan pengalaman immersive dan menampilkan keindahan seni tradisional lewat teknologi! Bayangkan serunya saat kita menari di tengah masyarakat yang merayakan Idul Fitri!" seru si Teknologi penuh semangat.

Mereka berdua pun melipat tangan, berbagi rencana, dan mengundang anak-anak muda untuk ikut menciptakan sesuatu yang luar biasa. Dengan humor dan saling ejek, mereka menyadari bahwa ketika tari tradisional dan teknologi modern berkolaborasi, mereka dapat menciptakan harmoni baru dalam semarak perayaan Idul Fitri.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Dan di desa Seruni, lahirlah "Tarian AR Motor" yang menjadi tren di seluruh desa. Hanya di sana, penari bisa tetap menjaga nilai budaya sambil berputar-putar di atas motor, cuma diiringi suara musik digital!

Cerita ini pun dibagikan di sosial media, membuat semua orang di luar desa mengagumi keunikan seni tradisional yang kini bersentuhan dengan teknologi modern.

"Siapa sangka, ya," kata Bu Rani. "Ternyata, berkolaborasi itu lebih asyik ketimbang berdebat!"

Akhir yang lucu, tetapi menunjukkan pentingnya saling memahami dan menghargai dalam dunia seni yang terus berkembang, sementara desa itu masih merayakan kebersamaan, makanan lezat, dan berwarna-warni hari setelah Idul Fitri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun