Melewati Badai, Tak Gentar oleh Hujan Rintik: Ketangguhan Rohani dari Puasa Katolik dan Muslim
Hidup adalah serangkaian ujian, dan setiap tantangan yang berhasil kita lewati membentuk ketangguhan jiwa. "You've survived too many storms to be bothered by raindrops" -- kutipan ini menggambarkan betapa pengalaman hidup mengajarkan kita untuk tidak lagi takut pada masalah kecil. Dalam konteks spiritual, puasa Katolik (Prapaskah) dan Muslim (Ramadan) yang berjalan hampir bersamaan tahun ini menjadi momen tepat untuk merefleksikan ketangguhan ini. Bagaimana kedua ibadah ini mengajarkan kita untuk tetap kuat menghadapi cobaan, sekecil apa pun?
Melatih Jiwa untuk Bertahan dalam Badai
Puasa, baik dalam tradisi Katolik maupun Islam, bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga ujian ketahanan mental dan spiritual. Seorang Muslim yang telah menjalani Ramadan bertahun-tahun tentu tidak lagi terganggu oleh rasa lapar di siang hari, karena ia telah terbiasa menghadapi tantangan yang lebih besar. Begitu pula umat Katolik yang rutin menjalani Prapaskah---pantang dan puasa mereka bukan lagi beban, melainkan latihan untuk menguatkan iman.
Ketika kita telah melalui banyak kesulitan dalam hidup---entah itu kehilangan, kegagalan, atau kekecewaan---hal-hal kecil seperti godaan makanan atau rasa malas beribadah tak lagi menjadi penghalang besar. Puasa mengingatkan kita bahwa kita lebih kuat dari yang kita kira. Badai-badai kehidupan sebelumnya telah mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah hanya karena hujan rintik.
Setiap Tantangan adalah Guru
Seorang kawan bercerita bagaimana puasa Ramadan tahun ini terasa lebih ringan baginya dibandingkan tahun-tahun pertama ia menjalankannya. Dulu, menahan emosi dan hawa nafsu terasa seperti pertempuran besar, tetapi kini ia lebih mampu mengendalikan diri. Hal serupa dialami oleh umat Katolik yang menjalani Prapaskah---setiap tahun, mereka belajar untuk lebih sabar, lebih ikhlas, dan lebih tabah.
Pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi guru terbaik. Jika dulu kita mungkin terjatuh karena hal sepele, kini kita mampu berdiri tegak menghadapi godaan yang sama. Puasa Katolik dan Muslim mengajarkan bahwa setiap tantangan, sekecil apa pun, adalah batu loncatan untuk tumbuh. Kita tidak lagi takut pada "hujan rintik" karena kita telah bertahan dari "badai" yang jauh lebih dahsyat.
Fokus pada Tujuan, Bukan pada Rintangan
Kunci untuk tidak terbebani oleh masalah kecil adalah mengingat tujuan besar di balik puasa. Bagi Muslim, Ramadan adalah waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki akhlak, dan merasakan empati terhadap sesama. Bagi umat Katolik, Prapaskah adalah persiapan menyambut kebangkitan Yesus, dengan pertobatan dan penyederhanaan hidup. Ketika fokus kita tertuju pada makna terdalam ibadah ini, hal-hal kecil seperti rasa lapar atau lelah tak lagi menjadi gangguan.
Daripada mengeluh tentang betapa beratnya menahan haus atau pantang makanan favorit, lebih baik kita bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk beribadah. Ingatlah bahwa kita telah melalui banyak kesulitan sebelumnya, dan kita pasti bisa melewati yang kali ini. Badai telah mengajari kita untuk tidak goyah oleh hujan rintik.
Dari Puasa, Kita Menemukan Kekuatan Sejati
Puasa Katolik dan Muslim, yang berjalan beriringan tahun ini, mengingatkan kita akan ketangguhan jiwa manusia. Kita telah melalui banyak hal dalam hidup -kegagalan, kesedihan, dan pencobaan- sehingga hal-hal kecil tak lagi mudah menjatuhkan kita. Mari menjalani ibadah ini dengan keyakinan bahwa kita lebih kuat dari yang kita duga. Sebab, seperti kata pepatah, "After surviving storms, raindrops are just reminders of how far we've come."
"Jangan biarkan hujan rintik mengalihkanmu dari perjalananmu. Setiap tetesnya adalah bukti bahwa kamu telah bertahan dari badai yang lebih besar."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI