Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ad Astra per Aspera: Melalui Lentera Puasa Menuju Bintang Keabadian

26 Maret 2025   09:00 Diperbarui: 26 Maret 2025   07:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Ad Astra Per Aspera: Melalui Lentera Puasa Menuju Bintang Keabadian

"Perjalanan menuju bintang tak pernah mulus: ia dipenuhi duri, kegelapan, dan tantangan. Namun, justru di situlah letak keagungannya. Masa Puasa mengajak kita merenung: bukankah jalan menuju terang selalu dimulai dengan mengakui kegelapan dalam diri?"

Makna "Ad Astra Per Aspera" dalam Semangat Prapaskah

"Through hardships to the stars" --- begitulah pepatah Latin itu berbunyi. Dalam konteks masa Puasa, frasa ini menjadi metafora sempurna untuk perjalanan rohani kita. Puasa bukan sekadar pantang makan atau ritual lahiriah, melainkan pendakian jiwa melalui tiga pilar utama: pantang, doa, dan karya kasih.

Seperti astronot yang harus melewati gesekan atmosfer sebelum mencapai antariksa, kita pun diajak menembus ego, kesombongan, dan kedangkalan iman untuk sampai pada kemuliaan sejati. Dalam semangat Prapaskah, kita dipanggil untuk merenungkan betapa pentingnya perjuangan dalam perjalanan rohani. Setiap kesulitan yang kita hadapi selama masa puasa sebenarnya adalah undangan untuk memperdalam iman dan karakter kita.

Pantang mengajarkan kita melepaskan ketergantungan pada hal-hal duniawi; doa memperkuat hubungan kita dengan Sang Pencipta; sementara karya kasih menjadi wujud nyata iman kita melalui pelayanan kepada sesama. Ketiganya bekerja sama menciptakan ruang bagi transformasi jiwa.

Proses ini memang tidak mudah. Ada saat-saat dimana kita merasa lelah, tergoda untuk menyerah, atau bahkan bertanya-tanya apa gunanya semua pengorbanan ini. Namun justru dalam momen-momen itulah kita diingatkan: "Setiap bunga mawar memiliki durinya, dan setiap duri mengajarkan kita untuk menghargai keindahan mawar itu sendiri." Perjuangan rohani selama Prapaskah adalah proses pemurnian yang membentuk kita menjadi pribadi yang lebih utuh.

Puasa sebagai "Gesekan Atmosfer" Rohani

Setiap roket yang meluncur ke angkasa harus menghadapi gesekan dahsyat saat meninggalkan bumi. Begitu pula dengan manusia dalam perjalanan spiritualnya.

Pantang adalah gesekan yang membersihkan nafsu. Saat kita menolak kebiasaan buruk yang telah mengakar, ada "panas" yang terasa - ketidaknyamanan ketika melepaskan ketergantungan yang selama ini kita nikmati. Namun justru di situlah transformasi dimulai. Proses ini mungkin menyakitkan, tetapi seperti logam yang dimurnikan dalam api, jiwa kita pun perlu melewati penyucian.

Doa adalah navigasi kita. Tanpanya, kita bagai pesawat tanpa arah, mudah tersesat dalam gemerlap dunia. Doa bukan sekadar permohonan, melainkan dialog intim dengan Tuhan yang memperkuat iman dan menjadi penunjuk jalan di saat gelap.

Karya kasih adalah bahan bakar yang mendorong kita melampaui diri sendiri. Melalui tindakan kasih, kita bukan hanya memberkati orang lain, tetapi juga mengisi jiwa kita dengan makna. Seperti kata Bunda Teresa: "Kita tidak perlu melakukan hal-hal besar, hanya hal-hal kecil dengan cinta yang besar."

Bintang Penuntun di Kegelapan

Masa Puasa sering diwarnai perjuangan: bangun lebih awal untuk misa, mengampuni yang menyakiti, atau bertekun dalam kesunyian. Di sini, salib menjadi teleskop rohani kita - alat untuk memandang melampaui kesulitan sementara.

Kisah Yesus di Padang Gurun (Matius 4:1-11) mengajarkan bahwa godaan ibarat "asap" yang mengaburkan pandangan. Namun keteguhan-Nya menunjukkan bahwa bintang kemuliaan hanya bisa dicapai dengan kesetiaan. Demikian pula Santo Ignatius Loyola yang berubah dari prajurit duniawi menjadi penjelajah jiwa setelah mengalami luka parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun