Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Raja Wira sudah memotongnya. "Baiklah, kalau begitu! Aku akan menunjukkan bahwa aku benar-benar hemat. Mulai besok, gaji semua pegawai kerajaan dipotong 10%! Termasuk gajimu, Hulubalang!"
Bagus Eman hanya bisa tersenyum getir. Visi hemat raja ternyata tidak berlaku untuk dirinya sendiri.
Masalah semakin rumit ketika seorang penasihat muda bernama Raden Ngeluh mencoba memberikan saran lain. Ia menulis surat resmi kepada raja, menjelaskan bahwa beberapa proyek pembangunan kerajaan -seperti renovasi kolam kodok emas seharga satu triliun- sebenarnya tidak mendesak dan dapat ditunda.
Keesokan harinya, Raden Ngeluh dipanggil ke ruang tahta. Alih-alih mendengarkan nasihatnya, Raja Wira malah mengumumkan di hadapan seluruh pengawal istana, "Mulai hari ini, Raden Ngeluh adalah musuh kerajaan karena telah meragukan kebijaksanaanku. Dia harus diasingkan ke Pulau Tikus Selatan!"
Raden Ngeluh pun pergi dengan berlinang air mata, meninggalkan keluarganya dan seekor kucing kesayangannya (yang entah bagaimana berhasil ikut kabur).
Berita tentang Raden Ngeluh cepat menyebar di kalangan rakyat. Banyak yang mulai berbisik-bisik tentang inkonsistensi raja. Namun, tak ada yang berani bersuara keras, karena takut dianggap sebagai "musuh kerajaan." Bahkan, penyiar radio kerajaan mulai menggunakan frasa standar di akhir setiap siaran: "Ingat, hemat itu penting, tapi jangan lupa patuh pada Yang Mulia!"
Suatu hari, seorang pelawak jalanan bernama Pak Natakata mencoba menyindir situasi ini dalam pertunjukannya. Ia berkata, "Katanya raja kita hemat ya? Tapi kenapa setiap minggu ada saja pengumuman proyek baru? Mungkin beliau hematnya cuma di lidah, bukan di dompet."
Tawa penonton pecah. Sayangnya, lelucon itu sampai juga ke telinga Raja Wira. Esok harinya, Pak Natakata dinyatakan sebagai "raja kecil pemberontak" dan dihukum membersihkan seluruh toilet istana selama sebulan.
Akhirnya, rakyat pun menyerah. Mereka memilih diam dan hanya tertawa dalam hati setiap kali mendengar suara raja di radio. Meskipun begitu, mereka tetap mencintai rajanya; bukan karena kebijaksanaannya, melainkan karena tingkah lakunya yang absurd dan lucu.
Dan begitulah, Raja Wira Kuncoro terus hidup bahagia di atas tahtanya, percaya bahwa dialah raja paling hemat sejagat raya. Sementara itu, hulubalang, penasihat, dan rakyatnya hanya bisa menggelengkan kepala sambil berkata, "Ah, biarlah. Toh, asal ada hiburan gratis, kenapa tidak?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI