Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gaya Komunikasi Sangat Buruk, Pejabat Publik Tak Tahu Diri

3 Desember 2021   14:53 Diperbarui: 3 Desember 2021   15:07 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Sumba (www.sumbatimurkab.go.id)

Komunikasi bermakna dalam apa yang disebut dialog tetapi tanpa melibatkan orang lain yang hadir, itulah "classroom", wajah seorang ahli, tanpa memperhitungkan kehadiran pihak lain. Pihak lain, dirasa tidak cukup selaras dengannya.

Gaya Komunikasi Sangat Buruk, Pejabat Publik Tak Tahu Diri

 

Video dialog orang nomor one NTT dengan penatua adat Sumba Timur yang sedang viral saat ini mempertontonkan wajah seorang pemimpin yang sangat buruk. Mengapa?

Pertama, disebut dialog tetapi dalam dialog itu, lebih dimonopoli sang pejabat publik. Padahal, yang diharapkan ialah sang pemimpin harus lebih banyak mendengarkan. Dari mendengarkan, ia mempertimbangkan, mengolah diri kemudian membuat suatu keputusan. Harapan ini, tidak tercapai dalam dialog yang dipertontonkan masyarakat sejagad dalam video viral tersebut.

Kedua, disebut dialog tetapi yang banyak omong tidak mau mendengarkan orang-orang sederhana, masyarakat di kampung-kampung seperti ketua adat, pemilik lahan ulayat Sumba Timur. Kalau mau elegan dan lebih mengedepankan komunikasi yang mendidik, dialoglah dalam ruang privasi. 

Panggil pemilik lahan lalu duduk bersama. Bentangkan bukti serah terima lahan dari nenek moyang pemilik lahan, sampaikan tujuan pemanfaatan lahan, dan lain-lain. Ada penyelarasan pendekatan dan dialog dari hati ke hati, diwujudkan. Dialoglah sampai menemukan konsensus bersama. 

Hargailah komunikasi kedua belah pihak. Kuburkan sikap yang berwajah arogansi dan tampilkan wajah seorang pemimpin yang bijaksana.

Ketiga, komunikasi dalam dialog yang viral di media sosial, telah mempertontonkan wajah bengis seorang penguasa. Komunikasi yang mendidik, nihil. Komunikasi yang mempengaruhi, tidak ditemukan. Yang ada hanya menampilkan kata-kata yang tidak etis. Semua publik dibikin heboh karena kata-kata sang pemimpin tidak mencerminkan keadaban.

Kerinduan kata-kata dan pendekatan humanis, nol besar. Komunikasi yang menginformasikan justru yang muncul adalah omelan dan perlawanan dari orang-orang yang hadir dan yang menonton video yang viral itu. Nilai dialog dengan komunikasi yang terlindungi itu tidak tercapai. Yang tercapai ialah ancaman kepada masyarakat pemilik tanah ulayat dengan menangkap dan memenjarakan.

Benar, bahwa sang pemimpin tidak tahu diri? Yes! Sang pemimpin seperti "kacang lupa kulitnya". Dia menjadi pemimpin, orang nomor one di NTT karena rakyat yang memilihnya. Sikap arogansi kepada rakyat seperti ini, tidak mencermin seseorang yang berpendidikan. Tetapi apa yang mau dibilang, itulah wajah asli. Keadapan dan kebeningan hati untuk membangun masyarakat, mengayomi rakyat, jauh di atas awan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun