Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pangeran Bulan dan Permaisuri Bintang

21 September 2020   23:39 Diperbarui: 22 September 2020   00:35 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pikiranku dijamah oleh pekatnya malam, membuat hati terasa begitu ingin menyentuh nuansa objektif dari salah satu ruang gelap yang memungkinkan cahaya semesta masih tetap bersinar. Itulah pangeran bulan dan permaisuri bintang.

Apa yang membuat mereka tampak sebagai kekasih diantara remang-remang kekosongan dari gelapnya malam itu sendiri? karena mereka tetap setia terhadap kodrat tanpa harus menggubris pesan apapun kepada mereka agar mereka bersinar lebih terang.

Setiap benda bila dipandang seobjektif sesungguhnya dapat berdiri dengan keyakinan tanpa harus selalu menuruti kemauan dari subjektif seseorang. Apakah mungkin karena kebebasan?

Sesungguhnya tidak selalu, didalam relung tiap pribadi tentu akan tetap senantiasa mempolakan diri dengan keberlangsungan dari proses, sebagaimana ruang dan waktu selalu memberi tiap misteri yang senantiasa tak kita mengerti bahwa semua itu lebih dari yang kita mampu.Apa alasannya kita masih tetap bersikukuh untuk berupaya melampauinya? tak ada yang mengerti.

Ada kalanya seruan coba saja dulu pasti nanti lama-lama ketagihan menjadi propisisi mutakhir agar tiap manusia berlatih untuk keluar dari kenyamanannya dan memekarkan diri dengan pengalaman yang mungkin  dapat menumbuhkan kedewasaan bagi pribadi-pribadi. Tetapi apakah itu cukup? tentunya tidak jika gagal siapa yang menjamin, jika terluka dan menghadapi trauma dapatkah diperbaiki?

Pada mulanya manusia yang berhadapan dengan hal baru pasti akan memunculkan keraguan di dalam dirinya, semua tampak seperti begitu kuat dibanding kemampuan yang sempat terhitung dari dirinya berdasarkan refleksi, bahkan saking melihat hal itu sebagai yang tidak layak tentu menjadikan hal itu enggan untuk disentuh, agar menjauhi tindakan linglung jika pertama berhadapan dengan salah satu tanggung jawab yang di luar kekuatan kita itu sendiri.

Namun siapa sangka tanpa alasan dan jaminan yang kuat itu manusia justru terjebak untuk memaksa hingga menjadi bisa dan mampu untuk melakukan dan berhadapan dengan tanggung jawab yang sedemikian rupa itu.

Pada dasarnya semua yang masih bersifat potensi masih punya kemungkinan untuk dapat berdaya guna, tetapi hal inilah yang menjadi sebuah problema, di dalam batasan manusia. Yakni ketaksadaran bahwa setiap terbentuknya keutuhan, sesungguhnya alur yang sangat masih misteri dan di dalam alur misteri itu manusia terjerembab hingga tak dapat mengerti bahwa semua misteri itu hendaknya perlu untuk disyukuri.

Sebab kita tahu itu merupakan misteri tetapi kita masih punya keraguan karena tak memiliki landasan untuk merefleksikan keseluruhan hari dengan rasa syukur dan bahkan trimakasih. Pada apa? pada yang nama-Nya kini masih berupa misteri. 

Kebanyakan diantara kita berpikir bahwa sesungguhnya seluruh hari ini merupakan hikmat dari Sang Pencipta untuk kita syukuri. Tetapi sungguh hal tersebut membuatku minder karena seluruh yang ada di bawah langit senantiasa berurusan dengan yang ada di atas langit di mana selalu berjibaku dengan yang transenden tapi tak melihat semesta ini baik adanya.

Tetapi mungkinkah pernah ada yang melihat bahwa seluruh hari ini merupakan kerja sama antara semesta dan tanggung jawab kita memelihara hidup? Mungkin tak terpikir agar sejenak melihat sahabat semesta serta menyapa mereka hingga berjanji agar nanti di hari esok dapat melihat rumput itu tetap berwarna hijau.

Terlalu sibuk dengan misteri yang transenden membuat kealpaan pada benak bahwa sesungguhnya jalinan terindah sebagai sesama ciptaan adalah menjadi sahabat satu sama lain. Aku tersanjung pada ucapan seorang anak penyakit kangker  menjelang akhir hidupnya, dia masih berkata bahwa kelak aku ingin bersama dengan seluruh warna dan hamparan benda di halaman rumahku. 

Adakalanya itu merupakan sebuah doa, tetapi anak kecil tersebut memberiku daya bahwa dia menyapa sebagian elemen ciptaan di dunia ini yang serta merta menyadarkanku bahwa itu ungkapan agar segera menyadari bahwa seluruh ciptaan ini bersifat untuk saling melengkapi dan membubuhi persahabatan, guna dapat berpijak agar berdiri sebagai ciptaan dengan bertanggung jawab memelihara hidup.

Apa yang dimaksud memelihara hidup? Tak kumengerti, jelasnya bahwa menggunakan seluruh indera diri ini untuk bercengkrama dengan pengalaman dan seluruh kekuatan di dalam diri, guna membantu bukan hanya manusia tetapi juga seluruh alam semesta menjadi keluarga di dalam bumi ini.  

Untuk itu hal terpenting memang adakalanya dari usaha kita akan selalu mengorbankan sebagian dari alam akibat seleksi dari alam itu sendiri mengharuskan demikian. Tetapi ingat seluruh seleksi alam di muka bumi ini walaupun tetap diteliti masih mempunyai potensi di luar dirinya yang membuat siapapun tak dapat menebaknya melalui algoritma di zaman now.

Cara yang tepat adalah berusahalah memandang seobjektif mungkin siapa dan apa dari seluruh yang pernah dijumpai ini. Dengan cara apa? tentu tanpa memaksa atau menjadikan ciptaan itu tidak lagi murni menjadi dirinya. Syukur yang tepat memang adalah doa, tetapi permata dari doa adalah persahabatan dengan seluruh ciptaan tanpa pernah harus berurusan dengan misterinya.

Tak perlu tanyakan misteri apa yang akan kita dapat, tetapi berharaplah dapatkah aku melihat Pangeran bulan dan Permaisurui bintang untuk menemani aku bercerita sambil mencelupkan kantong teh pada segelas air hangat. Selamat untuk berbenah diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun