Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Membaca Kekhasan Manusia

9 April 2020   10:04 Diperbarui: 9 April 2020   10:29 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Perbincangan mengenai gerakan maskulinisme atau feminisme tidak dapat terpisahkan dari gerakan humanisme. Hal yang sama dalam pembicaraan mengenai perempuan atau laki-laki dan makna hidupnya, tidak dapat dihadirkan tanpa memahami terlebih dahulu pengetahuan mengenai manusia dan makna hidupnya. 

Perkembangan lebih lanjut membawa pemaknaan hidup perempuan dalam ideologi dan gerakan yang disebut feminisme. Dengan demikian, untuk memahami feminisme dibutuhkan pemahaman yang cukup terlebih dahulu mengenai arti manusia sebagai substansi. Metafisika hadir untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana manusia dapat hidup dalam dirinya dan dengan yang lain. 

Anton Bakker menyatakan dalam Kosmologi dan Ekologi (1995) bahwa dunia akan selamanya memiliki sifat keseluruhan dan bagian-bagian. Hal demikian terjadi pula dalam satuan manusia. Manusia secara utuh dapat menjadi dirinya sendiri dalam substansinya. 

Pada perkembangannya, ia akan berelasi dengan substansi lain membentuk kesatuan yang lebih besar. Hal tersebut tidak menghindarkan manusia sebagai satu kesatuan sekaligus bagian. Substansi dalam metafisika diartikan sebagai elemen terkecil dalam dunia yang tidak bisa dibagi lagi. 

Dalam ilmu pengetahuan alam maka substasi disebut atom atau quark, sedangkan dalam metafisika, substansi dipahami sebagai jiwa. Jiwa tidak terletak di tempat khusus dalam diri manusia, namun ia ada dan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Jiwa juga tidak dapat digantikan sebagaimana energi manusia dapat digantikan oleh energi kuda, atau intelegensi manusia yang dapat digantikan oleh artificial intelegent. Jiwa manusia adalah yang membuatnya ada. Terkadang dalam term sederhana, kita menggunakan kalimat misalnya: seseorang telah tiada bagi mereka yang telah wafat. 

Dalam artian sederhana, hal ini mengungkapkan bahwa ketika jiwa seseorang telah terpisah dengan dirinya maka ia dianggap sudah tidak berada di dunia. Penjelasan filosofi mengenai jiwa tidak sederhana, belum lagi kompleksitas penelitian psikologi yang menambah keluasan pembahasan mengenai jiwa. N

amun secara garis besar jiwa dapat dipahami sebagai satuan manusia yang tak terpisahkan dengan dirinya, dimana semua jiwa adalah sama, dan dengan demikian maka semua manusia pada hakikatnya adalah sama. Jiwa tersebut merupakan tanda yang merujuk pada kodrat semua manusia sebagai makhluk yang setara. Tidak ada jiwa yang lebih tinggi dari yang lainnya. 

Pembeda dalam kehidupan manusia baik dalam kasta dalam kepercayaan Timur, atau peran manusia dalam masyarakat bukan menandakan disposisi jiwa melainkan dari pilihan manusia mengafirmasi jiwanya. Selain jiwa manusia kemampuan atau perangkat yang dinamakan insting, nalar dan moralitas. 

Insting lebih diidentikkan dengan perilaku manusia dalam kaitannya dengan panggilan alamiah misalnya, insting untuk bertahan hidup, melindungi diri, atau bertahan dalam sebuah kelompok. Aspek ini disebut Bakker sebagai diferensiasi manusia utuh dalam strata psikis. Sementara itu, nalar dinyatakan sebagai kemampuan intelektual, bukan sebagai hasil pendidikan melainkan sebagai kemampuan alamiah untuk mengenali benar dan salah secara tepat. 

Selain itu terdapat moralitas yang terkandung dalam diri manusia, yang biasa dinyatakan juga sebagai hati nurani. Moralitas bukan merupakan produk keagamaan atau kepercayaan tertentu. Moralitas adalah kemampuan yang membantu manusia untuk mengenali dirinya melalui panggilan naluriah atau dengan kata lain kemampuan manusia untuk menentukan baik atau buruk atas suatu hal. Baik moral maupun nalar merupakan kemampuan yang membedakan manusia dengan animalia lainnya. Keduanya menyangkut diferensiasi manusia dalam strata human, yang menjadikan modal manusia berperan seutuhnya. 

Dalam kebudayaan global juga terdapat pembagian metafisis yang menandakan pembagian sifat segala hal dalam dua kutub yaitu feminin dan maskulin. Kecenderungan ini dilakukan manusia dalam mengenali kondisi kosmologisnya baik yang makro maupun mikro. Maskulin cenderung berhubungan dengan segala sesuatu yang bersifat keras, tegas atau melindungi misalnya Bapa Langit. Sementara itu, feminin cenderung diidentikkan dengan segala sesuatu yang bersifat lembut, bijaksana, dan merawat misalnya Ibu Bumi. Dia perbedaan tersebut saling melengkapi dan kadang bertentangan. 

Pertentangan tersebut dalam tradisi tertentu justru dipercaya sebagai bentuk keseimbangan dimana Bagua, Yinyang, Lingga-Yoni dan sebagainya; dipercayai merupakan simbol keharmonisan kosmis. Sama halnya dengan sifat yang terbentuk, ketika manusia laki-laki dan perempuan bersinggungan. 

Pembagian metafisis ini, dilakukan semenjak manusia telah mengalami revolusi kognitif hingga hari ini. Walaupun pembagian dualisme dalam dunia modern terkadang dituding sebagai dasar dari perilaku labelling, namun hal tersebut mampu mempermudah manusia untuk memahami sifat-sifat alam dan hukum yang berlaku di dunia.

Manusia secara eksistensial

Manusia dengan substansi menandakan bahwa pada hakikatnya semua manusia adalah sama. Namun, hal tersebut tidak serta merta ditemukan dalam fenomena harafiah karena manusia memiliki berbagai kekhususan tertentu. Kekhususan ini yang menyebabkan manusia satu dan lainnya dapat dibedakan. Dengan demikian, manusia memiliki cara untuk menunjukkan dirinya. 

Cara atau jalan manusia untuk menunjukkan bahwa dirinya ada di dunia disebut sebagai eksistensi. Sebuah eksistensi manusia dapat diperoleh melalui berbagai cara misalnya dengan bersosialisasi atau menampilkan kriteria yang berbeda dengan manusia lain. Dalam pendasaran eksistensial setidaknya terdapat dua kekhususan manusia secara umum yaitu laki-laki dan perempuan.

Karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki kecenderungan kuat untuk bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan makhluk lainnya maka eksistensi manusia menuntut mereka untuk saling berhubungan. Hubungan ini dibentuk terlebih dahulu melalui keluarga atau persatuan laki-laki dan perempuan. 

Baru pada tahap berikutnya, manusia bereksistensi melalui satuan suku, bangsa, atau yang dalam masa modern disebut sebagai negara. Seseorang dapat menyatakan dirinya ada, bila ia memiliki pengakuan dari orang lain, yaitu mereka yang saling berhubungan baik dalam bentuk keluarga atau simpul yang lebih besar. Dengan jalinan eksistensi ini maka jelas bahwa pada hakikatnya seluruh substansi yang menyususn satuan keluarga, suku dan seterusnya berada dalam posisi yang sama.

Manusia dan kekhasan umum

Kelebihan manusia dibandingkan makhluk lain terlebih adalah karena manusia memiliki pertimbangan nalar dan pilihan. Manusia diciptakan dengan kemampuan rekognisi biner secara garis besar dan mampu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan. Resepsi informasi dan alur pemikiran seseorang dapat sangat berbeda, pun ketika semuanya mempelajari logika yang sama. 

Pertimbangan tersebut selain dipengaruhi oleh kemampuan internal, juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pilihan manusia merupakan sikap, yang mana menjadi penentu bagi hadirnya pengalaman-pengalaman baru. Dalam hal ini perempuan secara khusus akan memiliki kecenderungan memilih hal yang sama dengan sesama perempuan, walaupun hal tersebut bukan sebuah keniscayaan.

Abepura, 9 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun