Masih teringat jelas akan euforia pemutaran film Ayat-Ayat Cinta 2 (AAC 2) yang telah dirilis 21 Desember 2017 silam. Namun, beberapa teman mengutarakan kekecewaan akan film, karena dinilai tidak mewakili novelnya.Â
Saat itu, sayapun mencoba membandingkan keduanya. Karena saya lebih dahulu menonton film dari pada membaca novel, oleh karena itu, saya belum begitu paham dengan kekecewaan teman-teman saya. Dari situ, saya pun mulai membaca.
Hampir setiap hari, saya selalu meluangkan waktu untuk membaca di sela-sela kesibukan kuliah. Dan, ternyata perasaan saya benar-benar luluh ketika membaca novelnya. Dalam novel ini, saya diajak untuk mengerti keindahan islam yang sesungguhnya.Â
Setiap barisnya, seakan menjadi tulisan dakwah yang dikemas begitu apik. Seluruhnya, sarat  dengan potret muslim sejati. Apalagi, pada momen saat Sabina membela Rasulullah dan keluarga Rasulullah, benar-benar membuat mata saya menetes.
Selain itu, ada juga hal menohok saat penjabaran bahwa kini, Islam tertutup dengan orang Islam itu sendiri (Al-Islamu Mahjubun Bimuslimin). Nilai-nilai Islam yang terkandung, terkikis dikarenakan jarangnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih oleh masyarakat daerah mayoritas Islam.
Setelah menelusuri lembar per lembar, akhirnya dengan mantap saya memutuskan untuk memilih novel ayat ayat cinta 2. Bisa dikatakan alasan saya menjadi team aac2  bahwasanya di dalam novel, moral valuenya lebih dapet, karena penjabaran berikut dalil-dalilnya lebih detail dari pada versi filmnya. Belum lagi, alur cerita di film tidak sesuai dengan isi novel, by the way, kalau kamu team mana?