Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis, melalui Dinas Kesehatan, mendukung PHDKB dengan menyediakan tenaga kesehatan profesional, seperti bidan desa, dan memfasilitasi sistem rujukan ke puskesmas atau rumah sakit. Dinas Kesehatan juga bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk memastikan pasokan obat-obatan dan alat kesehatan dasar tersedia di posyandu. Selain itu, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cikoneng memainkan peran strategis dalam menyelaraskan program kesehatan dengan kebutuhan masyarakat melalui musyawarah desa, yang memungkinkan warga untuk menyuarakan aspirasi mereka secara demokratis.
Kepala Desa Cikoneng, Ibu Elin Herlina, menjadi motor penggerak dalam mengoordinasikan implementasi PHDKB. Beliau memastikan bahwa Dana Desa dialokasikan secara strategis untuk mendukung infrastruktur kesehatan, seperti renovasi posyandu, pembelian alat kesehatan sederhana, dan penyelenggaraan kegiatan penyuluhan. Mengutip Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, desa-desa yang mengalokasikan minimal 10 persen Dana Desa untuk kesehatan, seperti yang dilakukan di Cikoneng, memiliki tingkat keberhasilan program kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan desa lain. Kolaborasi ini menciptakan ekosistem yang mendukung keberlanjutan PHDKB dengan memastikan bahwa sumber daya manusia, finansial, dan infrastruktur tersedia untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.
Langkah Strategis untuk Keberlanjutan PHDKB Â
Untuk memastikan keberhasilan dan keberlanjutan PHDKB di Desa Cikoneng, sejumlah langkah strategis perlu diimplementasikan secara sistematis. Pertama, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis harus memprioritaskan pelatihan berkala bagi kader kesehatan desa. Pelatihan ini harus mencakup keterampilan teknis, seperti penanganan kegawatdaruratan, edukasi gizi, dan manajemen posyandu, serta keterampilan komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Menurut Yayasan Sayangi Tunas Cilik, kader kesehatan yang terlatih secara rutin dapat meningkatkan efektivitas layanan posyandu hingga 30 persen, sebuah indikator yang menunjukkan pentingnya investasi dalam kapasitas sumber daya manusia.
Kedua, sistem rujukan harus diperkuat melalui koordinasi yang lebih terintegrasi antara posyandu, puskesmas, dan rumah sakit. Sistem ini harus memastikan bahwa pasien dengan kondisi kompleks dapat dirujuk dengan cepat dan efisien, dengan jalur komunikasi yang jelas antara tenaga kesehatan desa dan penyedia layanan tingkat lanjut. Ketiga, pemerintah desa perlu terus mengalokasikan Dana Desa untuk mendukung infrastruktur kesehatan, seperti pembangunan posyandu yang layak, penyediaan alat kesehatan modern, dan pemeliharaan fasilitas sanitasi.
Keempat, edukasi kesehatan yang intensif dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama. Kerja sama dengan kader posyandu, tokoh masyarakat, dan organisasi nirlaba seperti Wahana Visi Indonesia dapat memperkuat upaya ini dengan merancang kampanye yang sensitif terhadap budaya lokal dan mudah dipahami oleh warga. Edukasi ini harus mencakup topik seperti pentingnya imunisasi, gizi seimbang, dan pencegahan penyakit menular, serta mengatasi mitos kesehatan yang masih berlaku di masyarakat.
Kelima, pengembangan model pendanaan mandiri menjadi langkah krusial untuk memastikan keberlanjutan program. Strategi seperti iuran komunitas, kemitraan dengan sektor swasta, atau pengembangan usaha mikro berbasis kesehatan dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah. Mengutip Yayasan Plan International Indonesia, model pendanaan berbasis komunitas telah berhasil meningkatkan keberlanjutan program kesehatan di 20 persen desa di Indonesia, memberikan contoh nyata yang dapat direplikasi di Desa Cikoneng.
KesimpulanÂ
Pelayanan Kesehatan Desa Berbasis Komunitas (PHDKB) di Desa Cikoneng menegaskan bahwa keterlibatan komunitas merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan kemandirian kesehatan masyarakat pedesaan. Dengan melibatkan warga secara aktif dalam setiap aspek program kesehatan, PHDKB tidak hanya meningkatkan akses dan kualitas layanan, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif terhadap kesejahteraan masyarakat. Meskipun menghadapi tantangan seperti keterbatasan sumber daya, rendahnya kesadaran masyarakat, dan keberlanjutan pendanaan, PHDKB memiliki potensi besar untuk merevolusi sistem kesehatan pedesaan melalui kolaborasi yang erat antara masyarakat, pemerintah, dan organisasi nirlaba. Dengan komitmen bersama dan langkah strategis yang terarah, Desa Cikoneng dapat menjadi model keberhasilan yang menginspirasi desa-desa lain di Indonesia untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat, mandiri, dan sejahtera.
Daftar Referensi
1. Badan Pusat Statistik. Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Tersedia di: https://www.bps.go.id Â
Mengutip Badan Pusat Statistik, esai menyebutkan penurunan angka kematian ibu hingga 50 persen di daerah yang menerapkan pendekatan berbasis komunitas seperti PHDKB.
2. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Indeks Desa Membangun (IDM). Tersedia di: https://idm.kemendesa.go.id Â
Mengutip Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, esai menyebutkan bahwa desa-desa yang mengalokasikan minimal 10 persen Dana Desa untuk kesehatan memiliki tingkat keberhasilan program kesehatan yang lebih tinggi.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situs Resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tersedia di: https://www.kemkes.go.id Â
Melansir Kementerian Kesehatan, esai mencatat bahwa implementasi PHDKB di wilayah pedesaan seperti Cikoneng meningkatkan cakupan imunisasi anak hingga 85 persen.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2269/Menkes/Per/XI/2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Tersedia di: https://ayosehat.kemkes.go.id Â
Sumber ini mendukung informasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai bagian dari Program Indonesia Sehat, yang relevan dengan PHDKB.