Mohon tunggu...
Alfino Hatta
Alfino Hatta Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Membaca, menulis puisi dan tertarik belajar hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Keterlibatan Komunitas sebagai Kunci Keberhasilan Pelayanan Kesehatan Berbasis Komunitas di Desa Cikoneng

22 Mei 2025   22:28 Diperbarui: 22 Mei 2025   22:33 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pedesaan. (Sumber: Photo by Shuvra Podder on UnsplasH)

Kesehatan merupakan pilar fundamental bagi kehidupan masyarakat yang produktif, sejahtera, dan bermartabat. Namun, di wilayah pedesaan seperti Desa Cikoneng, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai sering kali terhambat oleh berbagai kendala, seperti jarak geografis yang jauh dari fasilitas kesehatan, keterbatasan infrastruktur, dan biaya yang tidak terjangkau bagi sebagian besar warga. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pelayanan Kesehatan Desa Berbasis Komunitas (PHDKB) hadir sebagai pendekatan inovatif yang menempatkan keterlibatan masyarakat sebagai inti keberhasilannya. Dengan melibatkan warga secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program kesehatan, PHDKB tidak hanya meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan, tetapi juga memupuk kemandirian masyarakat dalam menjaga kesejahteraan kolektif mereka. 

Keterlibatan Komunitas: Fondasi Keberhasilan PHDKB  
Keterlibatan masyarakat merupakan inti dari pendekatan PHDKB, yang membedakannya dari model pelayanan kesehatan konvensional yang sering bersifat top-down. Di Desa Cikoneng, warga tidak hanya bertindak sebagai penerima layanan, tetapi juga sebagai pelaku aktif yang terlibat dalam setiap tahap pengelolaan program kesehatan. Melalui mekanisme musyawarah desa, kelompok kader kesehatan, dan forum diskusi komunitas, warga diajak untuk mengidentifikasi kebutuhan kesehatan spesifik, seperti penanganan gizi buruk, kesehatan ibu dan anak, atau pencegahan penyakit menular. Pendekatan ini memastikan bahwa solusi yang dirancang sesuai dengan nilai budaya, norma sosial, dan realitas lokal, sehingga meningkatkan penerimaan dan efektivitas program.

Sebagai contoh, di Desa Cikoneng, kader kesehatan yang terdiri atas warga setempat menyelenggarakan kegiatan rutin, seperti senam sehat, penyuluhan gizi seimbang, kampanye kebersihan lingkungan, dan pemeriksaan kesehatan berkala melalui pos pelayanan terpadu (posyandu). Menurut Yayasan Sayangi Tunas Cilik, keterlibatan komunitas dalam program kesehatan berbasis masyarakat seperti ini meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan posyandu hingga 70 persen. Kegiatan tersebut tidak hanya mempromosikan pola hidup sehat, tetapi juga memperkuat kohesi sosial antarwarga, yang menjadi modal utama untuk keberlanjutan program. Dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat---termasuk ibu rumah tangga, tokoh agama, dan pemuda---PHDKB menciptakan rasa memiliki kolektif yang mendorong komitmen berkelanjutan terhadap kesehatan komunitas. Selain itu, pendekatan ini memungkinkan adaptasi terhadap kebutuhan spesifik, misalnya penyediaan informasi kesehatan dalam bahasa Sunda yang mudah dipahami oleh warga, sehingga memperkuat dampak program.

Manfaat PHDKB melalui Keterlibatan Komunitas  
Implementasi PHDKB di Desa Cikoneng telah menghasilkan dampak transformatif bagi kesehatan masyarakat. Pertama, program ini secara signifikan meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan dasar, terutama bagi warga di wilayah terpencil yang sebelumnya kesulitan menjangkau pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) atau rumah sakit. Posyandu yang dikelola oleh kader kesehatan desa menyediakan layanan seperti pemeriksaan kesehatan rutin, imunisasi, dan edukasi gizi langsung di lingkungan desa, sehingga mengurangi hambatan geografis dan ekonomi. Melansir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, implementasi PHDKB di wilayah pedesaan seperti Cikoneng telah meningkatkan cakupan imunisasi anak hingga 85 persen, sebuah indikator penting keberhasilan akses layanan kesehatan.

Kedua, PHDKB berperan besar dalam mengurangi kesenjangan kesehatan antara komunitas pedesaan dan perkotaan. Dengan melibatkan warga dalam pengelolaan layanan kesehatan, program ini memungkinkan penyesuaian layanan dengan kebutuhan lokal, seperti penyediaan pangan bergizi untuk anak-anak, edukasi kesehatan reproduksi untuk ibu hamil, dan kampanye pencegahan penyakit menular, seperti demam berdarah. Mengutip Wahana Visi Indonesia, daerah dengan PHDKB aktif, termasuk di Jawa Barat, mengalami penurunan angka stunting hingga 15 persen dalam tiga tahun terakhir, berkat edukasi gizi dan akses terhadap pangan bergizi yang difasilitasi oleh komunitas. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat memungkinkan pendekatan yang lebih kontekstual dan inklusif, yang mampu mengatasi hambatan budaya dan sosial.

Ketiga, PHDKB telah terbukti efektif dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, yang merupakan salah satu tantangan utama dalam sistem kesehatan Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, daerah yang menerapkan pendekatan berbasis komunitas seperti PHDKB mengalami penurunan angka kematian ibu hingga 50 persen melalui peningkatan akses terhadap perawatan prenatal dan persalinan yang aman. Di Desa Cikoneng, kader kesehatan dan bidan desa bekerja sama untuk memantau kehamilan, memastikan persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih, dan memberikan edukasi tentang pentingnya air susu ibu (ASI) eksklusif. Selain itu, program ini mendukung imunisasi anak dan pemantauan kesehatan rutin, yang berkontribusi pada penurunan angka kematian bayi dan peningkatan kesehatan anak secara keseluruhan. Dampak ini menegaskan bahwa keterlibatan komunitas tidak hanya meningkatkan akses layanan, tetapi juga mendorong perubahan perilaku menuju pola hidup yang lebih sehat.

Tantangan dalam Implementasi PHDKB  
Meskipun mencatatkan keberhasilan yang signifikan, implementasi PHDKB di Desa Cikoneng menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Pertama, keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama. Anggaran yang terbatas, kurangnya tenaga kesehatan terlatih, dan infrastruktur yang belum memadai sering kali menghambat kelancaran program. Mengutip Yayasan Plan International Indonesia, lebih dari 60 persen desa di Indonesia, termasuk di Kabupaten Ciamis, masih menghadapi kekurangan alat kesehatan dasar di posyandu, seperti timbangan bayi, tensimeter, atau alat pengukur tinggi badan.

Kedua, keberlanjutan program menjadi isu krusial. Banyak inisiatif PHDKB, termasuk di Desa Cikoneng, bergantung pada alokasi Dana Desa atau bantuan dari pemerintah daerah. Apabila pendanaan ini terhenti atau tidak memadai, program kesehatan berisiko terhambat, meninggalkan masyarakat tanpa akses layanan yang konsisten. Menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, hanya 40 persen desa di Indonesia memiliki strategi pendanaan mandiri untuk program kesehatan berbasis komunitas, menandakan perlunya inovasi dalam pengelolaan sumber daya jangka panjang.

Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan keterlibatan dalam PHDKB tetap menjadi tantangan. Dalam beberapa kasus, kepercayaan tradisional atau mitos kesehatan, seperti anggapan bahwa vaksinasi tidak sesuai dengan nilai budaya tertentu, dapat menghambat penerimaan program. Selain itu, tingkat literasi kesehatan yang rendah di kalangan warga pedesaan sering kali membuat mereka kurang memahami manfaat pemeriksaan kesehatan rutin atau intervensi medis modern. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan strategi komunikasi yang sensitif terhadap budaya lokal serta edukasi kesehatan yang intensif, terstruktur, dan berkelanjutan.

Peran Lembaga Pemerintahan Indonesia dalam Mendukung PHDKB  
Keberhasilan PHDKB di Desa Cikoneng sangat bergantung pada dukungan sistemik dari lembaga pemerintahan Indonesia, khususnya Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis. Kementerian Kesehatan memainkan peran sentral dalam menyusun panduan teknis untuk PHDKB melalui Program Indonesia Sehat, yang mencakup pelatihan kader kesehatan, penyediaan alat kesehatan, dan alokasi anggaran untuk program kesehatan pedesaan. Melansir Kementerian Kesehatan, lebih dari 10.000 kader kesehatan di Jawa Barat telah dilatih untuk mendukung program seperti PHDKB, termasuk di Desa Cikoneng, sehingga memastikan bahwa layanan kesehatan dasar dapat diakses secara lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun