Mohon tunggu...
Alfikri Lubis
Alfikri Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - Sarjana Hukum

“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” (H.O.S. Tjokroaminoto)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pro-kontra RUU Cipta Lapangan Kerja

26 Februari 2020   10:37 Diperbarui: 6 Maret 2020   16:57 2449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun Pembahasan yang sangat di sorot dalam Omnibus Law antara lain sebagai Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset & Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah dan Kawasan Ekonomi.

Dari beberapa pembasan tersebut, hampir seluruhnya bermasalah. Mulai dari penyederhanaan sektor perizinan yang terkesan mengabaikan Amdal. Sektor ketenagakerjaan antara lain tidak diaturnya soal cuti hamil untuk buruh perempuan. 

Hak-hak pekerja terkait dengan sistem pengupahan dan hak lainnya yang diabaikan dan cenderung menguntungkan pengusaha. Dan yang paling disorot adalah Pasal 170 RUU Cipta Kerja, terdapat ketentuan yang melanggar asas pembentukan peraturan perundang-udangan. Isi pasal tersebut adalah:

  • Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.
  • Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Memang betul RUU ini masih dalam wacana dan akan segera dimasukkam dalam legislasi serta harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Akan tetapi reaksi masyarakat perlu dipertimbangkan, karena dalam pembahasan RUU hanya melibatkan elit pengusaha, sementara kaum pekerja tidak banyak yang dilibat. Tentu saja hal tersebut memicu konflik kepentingan dan isinya berpotensi merugikan kaum pekerja.

Indonesia sebagai negara demokrasi yang berarti harus mendasarkan setiap keputusan dengan mempertimbangkan suara rakyat. Karena Mutu demokrasi secara ringkas terletak pada besarnya suara rakyat yang dilibatkan.Oleh karena itu Inti dari pelibatan suara rakyat tersebut adalah adanya ruang dialog yang terbuka luas antara pembentuk kebijakan/peraturan perundang-undangan dengan masyarakat.

Di dalam Ilmu Perundang-undangan,landasan sosiologis sangat penting dalam melahirkan suatu produk hukum. Landasan sosiologis yang dimaksud adalah peraturan yang dibentuk bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.Suatu produk hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila dapat menampung dan melindungi kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Maka Undang-undang yang baik adaah undang-undang yang telah disahkan, namun tidak mendapatkan penolakan. Jika mendapatkan penolakan, berarti ada yang salah dalam materi muatan undang-undang tersebut.Seharusnya produk hukum yang diciptakan mampu merespon kebutuhan hukum masyarakat.

Dengan demikian menurut penulis, RUU Cipta Lapangan Kerja tidak memenuhi kebutuhan hukum masyarat dan telah menyalahi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat dan kesesuaian antara jenis, hierarki, materi muatan maupun terkait tata cara pembentukannya. 

Oleh karena itu, walaupun RUU Cipta Lapangan Kerja saat ini masih berupa draft dan masih bisa kemungkinan berubah. Maka penulis menyarankan, RUU ini harus ditinjau kembali agar tidak menimbulkan kegaduhan dan penolakan dari pekerja selaku salah satu unsur yang diatur dalam RUU tersebut.

Sehingga pada akhirnya, RUU Cipta Lapangan Kerja ini akan menjadi pembuktian kualitas dan kapasitas politik dalam melakukan proses legislasi di DPR RI periode 2019-2024. Sebagai representasi rakyat, DPR RI wajib mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat terkait substansi UU yang mengundang banyak kontroversi ini. 

Jangan sampai muncul gelombang rakyat yang kembali turun menolak RUU yang lahir dari rahim wakil Rakyat. Wakil rakyat seharusnya mewakili suara-suara rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun