"Di saat banyak anak muda kehilangan arah, Rumah Cahaya Indonesia memberi kompas"
Setiap tahun, ribuan anak muda Indonesia menamatkan sekolah dan memasuki dunia kerja dengan harapan baru. Namun, alih-alih menemukan peluang, mereka justru dihadapkan pada kenyataan pahit, sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai impian.
Puluhan lamaran dikirimkan. Satu demi satu, harapan itu kandas tanpa panggilan. Sementara kebutuhan hidup terus menekan, dan orang tua berharap anaknya segera "berdiri di kaki sendiri."
Dunia yang terasa berada dalam genggaman dan masa depan yang mudah dicapai, rasanya sirna melihat kenyataan yang membuat mimpi semakin meredup. Hal ini juga membuat semakin banyak anak muda yang menjadi gelisah dan tidak tahu harus melakukan apa.
Masalah ini bukan sekadar cerita pribadi. Data resmi memperlihatkan betapa peliknya persoalan pengangguran di negeri ini. Per Februari 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 7,28 juta orang menganggur, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,76% dari total angkatan kerja.
Yang paling mengkhawatirkan adalah angka di kalangan muda. Usia 15--24 tahun menyumbang 16,16% dari total pengangguran nasional. Artinya, hampir satu dari enam anak muda Indonesia saat ini belum bekerja.
Kesenjangan antara kemampuan dan kebutuhan pasar kerja semakin melebar. Banyak lulusan sekolah atau kampus yang tidak dibekali keterampilan relevan dengan dunia industri. Akibatnya, mereka kehilangan arah.
"Entah apa yang salah, dengan meningkatnya pengangguran di Indonesia. Apakah salah pemerintah? Salah diri yang tak cukup kompeten? Lapangan kerja yang sedikit? Atau perusahaan yang memang tidak mau rugi?"Â
Bukan saatnya untuk saling menyalahkan, tapi apa yang bisa kita lakukan agar terus berdampak pada solusi pengangguran?Â
Kegelisahan itu nyata dan dari keresahan itulah, seorang pemuda Palembang bernama Rendy Arista mencoba menyalakan cahaya perubahan.