Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kepada Bapak Presiden Jokowi, Sepak Bola Kita Sudah Disuap

29 November 2018   20:03 Diperbarui: 29 November 2018   20:10 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada yang Terhormat, Bapak Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo. Indonesia dibangun dengan cinta. Sangking cintanya Jokowi kepada Indonesia, sampai saat ini Bapak tetap sibuk menangkap penjahat-penjahat berdasi yang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sampai-sampai Bapak lupa dengan kondisi atlet di Indonesia dan baru memberikan apresiasi lebih kepada Lalu Muhammad Zohri setelah dirinya berprestasi di lomba lari 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018. Apresiasi itu juga diberikan kepada seluruh instansi, termasuk tokoh-tokoh politik dan orang-orang kaya yang---katanya---peduli dengan atlet di Tanah Air, sehingga wartawan bekerja secara ekstra mengejar sana-sini narasumber memintai pendapat terkait apa yang dicapai oleh Lalu Muhammad Zohri. Semua mendadak  jadi dermawan dan 'cari muka'.   Jika saja Timnas Indonesia U-19 berhasil juara di Piala AFF U-19 dan Timnas Senior pun tampil buruk di Piala AFF 2018, mungkin---lagi-lagi---akan banyak orang-orang yang punya kepentingan 'cari muka'.

Bapak Presiden Jokowi, mungkin Bapak bertanya-tanya, kenapa Timnas dan kompetisi liga di Indonesia sampai saat ini tidak mengalami kemajuan, baik yang berlabel nasional maupun regional. Liga I, Liga II dan Liga III hasilnya sama saja : minim prestasi. Jangankan bersaing di dunia, melawan Malaysia pun saat ini susahnya minta ampun.  

Ada yang mengatakan kalau pihak penyelenggara kompetisi tidak mampu bekerja secara profesional, manajemen klub tidak mampu mengelola klub sepak bola  dengan baik dan jujur, lalau hal yang paling krusial adalah hak dan gaji pemain tidak terpenuhi karena sepak bola tidak lepas dari politik, serta permasalahan teknis lainnya. Perlu digaris bawahi, kenapa sepak bola Indonesia tidak pernah maju karena akar utamanya adalah praktik suap-menyuap dan pengaturan skor yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Bapak Jokowi, praktik penyuapan tidak hanya berpusat di provinsi, kota, kabupaten, kecamatan, kelurahan, RT, atau pun dana desa. Perbuatan tercela itu juga ada di lapangan hijau.

Perlu diketahui dan saya yakin Bapak sudah mengetahuinya karena biasa berdiskusi dengan para pakar sepak bola atau Menpora kabinet Bapak. Dalam sepak bola, ada istilah "match fixer", penghalusan kata demi membayar wasit, pemain, pelatih, atau manajemen klub demi bermain 'kotor' untuk mengatur skor pertandingan.

Mereka biasa mengincar para pemain. Atau biasa pemain yang mendatangi mereka untuk minta "ditaruhi". Biasa juga mereka mengincar pelatih, di mana pelatih menyampaikan kepada beberapa pemain untuk bermain "kotor".

Sedikit cerita dan sedikit contoh, skandal 17 Juni 1961,di Kejurnas Persatuan Sepak Bola Indonesia Seluruh Indonesia (PSSI) 1961, secara mengejutkan Persebaya Surabaya yang kala itu tergolong anak bawang berhasil menahan tim kuat PSM Makassar dengan skor 3-3. Pengurus PSM membentuk tim investigasi internal. Benar adanya, selama beberapa minggu dilakukan investigasi, pelaku pengaturan skor adalah duo bintang PSM, Ramang dan Noorsalam.

Skandal Senayan 1962, 18 pemain timnas dituduh menerima suap saat laga persahabatan antara Indonesia melawan Yugoslavia. Mereka dituduh menerima uang sebesar Rp.25.000,- per orang.

Skandal Sea Games 1998. Wakil ketua komisi wasit PSSI Djafar Umar dan 40 wasit lainnya terbukti menerima suap. Kala itu, Djafar Umar merupakan wasit terbaik yang dimiliki Indonesia memaksa wasit yang memimpin laga Sea Games 1998 untuk menyetor uang sebesar 1.000 US dollar kepada dirinya.

Pengaturan skor  PSS Sleman vs PSIS Semarang, di Stadion Sasana Krida AAU Yogyakarta, Minggu (26/10/2014). Di pertandingan tersebut, terdapat lima gol bunuh diri yang diciptakan secara sengaja di mana PSS Sleman menang dengan skor 3-2. Seluruh gol dicipta lewat gol bunuh diri. Pemain, pelatih dan ofisial PSS Sleman dan PSIS mendapatkan sanksi larangan beraktifias di sepak bola resmi. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi memberikan putusan berupa pemutihan hukuman bagi para pelaku yang terlibat. Pencabutan sanksi itu tercantum dalam Surat Keputusan No 007PSSI 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun