Bab 1 - Berakhir
"Maafkan aku... Sungguh maafkan aku..." Aku hanya bisa duduk bersimpuh memangku kepalanya yang penuh dengan coretan pedang bersama tubuhnya yang tegap.
Ia tersenyum di tengah kedaan kritisnya. Ia membelai pipiku perlahan-lahan. Aku memegangi tangannya, masih sesegukan menahan tangis.Lalu, ia menatapku begitu dalam. Hingga aku tidak kuasa untuk menahan air mataku tumpah.
"Em, kumohon, bertahanlah..." Tangannya mulai terasa dingin. Perlahan-lahan, matanya meredup dan pada akhirnya, takdir tidak memihak kepadaku.
Aku tergugu menyaksikannya tiada. Aku tetap menangis ketika para sahabatku berdatangan lalu membentuk lingkaran di sekitarku.
"Ia telah gugur sebagai kakak terbaik dan pahlawan terhebat yang pernah kumiliki. Aku berharap suatu saat bisa melebihi kakak dalam segala hal." Kata Shui. Terlihat ia menahan gemetar karena terguncang melihat kakaknya telah tiada. Meskipun tiada air mata yang mengalir dari matanya. Kemudian ia meletakkan genggaman tangannya di dada kirinya.
"Kita selalu berbeda pikiran saat menjalani misi. Tapi aku ternyata terlalu egois terhadapmu. Aku memang tidak akan pernah bisa melebihi kemampuanmu. Bahkan, ternyata samapi sekarang masih belum mampu juga. Tujuan kita sama, memenangkan setiap rintangan yang menghadang. Tapi, kau ingin kita menang bersama-sama. Sedangkan aku ternyata masih sama seperti dulu, egois. Kuharap kau memaafkanku di alam sana." Kata Tack dan kemudian mengikuti apa yang dilakukan Shui, meletakkan genggaman tangannya di dada kirinya.
"Kak Em. Sungguh aku bangga mempunyai kakak jenius sepertimu. Aku dulu berharap bisa seperti Kak Em saat besar. Aku tidak mau seperti Kak Shui yang selalu menggangguku. Tetapi aku tetap sayang kepada Kak Em dan Kak Shui." Kata Nami yang mulai terisak. Ia juga terlihat berguncang seperti kakaknya, Shui. Kemudian, ia juga melakukan seperti yang Shui dan Tack lakukan.
"Haah~ Kau selalu saja membuat kami terkejut. Bahkan, kematianmu sekarang pun benar-benar mengejutkan kami. Kuharap kau tenang di alam sana. Kami akan selalu merindukanmu." Kata Nova, sambil meletakkan genggaman tangan di dada kirinya.
"Aku selalu iri padamu, Em. Apapun yang kau lakukan saat menyelesaikan kasus, pasti kau selalu mengorbankan dirimu sendiri daripada kami. Bahkan, kau sekarang pun tetap saja begitu. Apa yang kami takutkan waktu dulu akhirnya terjadi sekarang. Kami memang tidak akan pernah bisa melampauimu. Meskipun dengan kemampuan yang terus kami latih. Kuharap, kau bangga dengan pencapaian kami nanti. Cita-citamu terhadap kelompok ini takkan pernah berubah. Akan selalu kami jaga sampai nanti. Aku yakin, kau bahagia sekarang disana. Karena tujuanmu sudah terpenuhi dengan adanya penerus setelah dirimu." Kata An sebagai penutup kata-kata harapan kami dan mengepalkan tangannya di dada.