Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjadi Guru Masa Kini Memang Harus Tangguh

30 November 2020   08:08 Diperbarui: 3 Desember 2020   02:50 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi guru membantu murid belajar. (sumber: KOMPAS/TOTO SIHONO)

Bulan Juli 1995. Waktu itu saya baru awal-awal masuk sekolah dibangku kelas 1 SD. Sekolah tersebut adalah sekolah negeri. Dalam satu kelas kami ada sekitar 32 siswa. Wali kelas kami biasa kami sapa Bu Wid. Entah apa yang akan terjadi jika beliau menjadi guru masa kini. Mungkin beliau sudah menerima komplain keras dari para wali murid. 

Beliau memang guru yang terkenal galak. Jangan coba-coba ramai dikelas karena beliau tidak akan segan memarahi murid-muridnya yang gaduh dan nakal. Tidak hanya cukup memarahi saja, beliau juga akan njenggit rambut muridnya. Percayalah pada saya, rasanya dijenggit itu sakit sekali. 

Apa itu njenggit? Jika saya memakai referensi Kamus bahasa Indonesia, kata yang paling mendekati adalah "jenggut" yang artinya menarik keras-keras. Jadi njenggit itu menarik keras-keras rambut yang ada di sebelah telinga. Ditarik keras sambil berjalan. Asli bikin kapok. 

Tidak hanya sampai di situ. Kadang-kadang beliau juga melempar penghapus jika ada yang tidak memperhatikan saat beliau menerangkan pelajaran. Bayangkan itu yang diajar siswa kelas 1 SD lho. 

Ada wali murid yang protes? Nggak ada. Bagaimana mau protes. Saya misalnya, kalau saya adukan pada orang tua saya pasti justru saya yang kena marah orang tua. Itu karena saya yang dianggap takbisa diatur. Ya benar juga sih sebenarnya. 

Ada lagi seorang guru Agama Islam yang bernama Pak Muksam. Gayanya flamboyan. Beliau adalah guru yang paling garang diantara semua guru. Kalau mengajar bawaannya penggaris kayu 1 meter. Ada murid yang gaduh atau tidak memperhatikan pelajaran pasti langsung kena pukul pantatnya. Bukan pada kekerasannya, tetapi saya lebih menyoroti hasilnya. Anak-anak sungguh dididik untuk memiliki kualitas diri serta sopan santun.

Lalu bagaimana kesan murid kepada gurunya?

Sekalipun Bu Wid itu guru yang galak, tetapi murid begitu menghormati beliau. Murid-murid juga senang diajar oleh Bu Wid. Demikian juga Pak Muksam. 

Di sekolah SD dulu seperti sudah menjadi kebiasaan. Setiap pagi ketika guru datang, baru sampai di gerbang sekolah saja anak-anak sudah berlarian menyambut guru dan berebut untuk bersalaman serta mencium tangan. 

Senada dengan Bu Wid, guru kelas IV kami, Bu Warsinah juga sama. Beliau guru yang tak segan memarahi murid-muridnya. Namun beliau amat dicintai oleh murid. Beliau layaknya orang tua bagi kami semua. Memarahi jika kami salah dan memuji jika kami benar. Beliau guru yang sabar ketika mengajar pelajaran yang belum kami mengerti. Ia akan mengajari sampai semuanya mengerti. 

Saya ingat ketika ditengah tahun ajaran kami harus berpisah dengan Bu Warsinah lantaran beliau diangkat menjadi kepala sekolah di SD lain. Murid-murid bahkan menangisi kepergian beliau. Itulah potret guru pada masa itu. Bagi yang segenerasi dengan saya maupun generasi yang lebih tua mungkin sebagian besar juga memiliki pengalaman-pengalaman serupa.

Bagaimana dengan guru masa kini?

Pergeseran zaman nampaknya membuat perubahan. Mari kita cek fakta melalui berita dari media massa berikut. Anda bisa mengklik sumber berita dari judul yang saya sajikan. Judulnya tidak saya edit. Persis sama dengan yang dituliskan di kanal berita.

1. Jitak kepala murid karena diumpat, guru ini dipolisikan

Seorang guru MTS di Kabupaten Pasuruan yang bernama Sutrisno dilaporkan wali murid lantaran menjitak muridnya, DN. Peristiwa ini bermula saat DN terlambat mengikuti upacara bendera. Oleh Sutrisno ia diminta membaca Surat Yasin sebagai hukumannya. 

Namun karena tidak bisa membaca, Sutrisno kemudian menyuruhnya untuk mengambil sampah di kelas-kelas lalu membuangnya di tempat sampah. DN menolak dan malah berkata kasar. Hal inilah yang kemudian memantik Sutrisno menjitak DN.

2. Orang tua siswa potong rambut guru

Seorang guru di Kabupaten Sikka, NTT bernama Theresia Pramusrita Rolle mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Rambutnya dipotong oleh orang tua siswa bernama Arnoldus Raga lantaran tidak terima rambut anaknya dipotong oleh sang guru. 

Kejadian bermula ketika Theresia menggantikan rekannya mengajar. Ia melihat beberapa orang siswa laki-laki berambut panjang sehingga ia mengambil gunting dan memotong sedikit rambut di bagian depan. 

Dua hari kemudian Arnoldus mendatangi sang guru dan langsung memotong rambutnya tanpa ampun. Pihak sekolah kemudian melaporkan kejadian itu ke polisi sebagai efek jera.

3. Cubit siswinya dua kali, guru SMA Wajo dilaporkan ke polisi

Seorang guru SMA Negeri 3 Wajo bernama Malayanti dilaporkan oleh orang tua murid ke Polres Wajo. Kejadian bermula saat sekolah mengadakan seminar kewirausahaan. 

DAB (inisial siswi) bersama temannya duduk di pojokan sambil main telepon genggam. Ia berkali-kali diingatkan oleh Malayanti untuk memperhatikan materi yang diberikan. Namun DAB tetap bergeming hingga akhirnya Malayanti menghampiri DAB dan mencubit siswi tersebut. Tak terima dicubit, ia pun mengadu pada orang tuanya yang kemudian melaporkan Malayanti ke polisi.

Dan masih banyak kisah lainnya yang serupa dengan ketiga cerita diatas. Bagaimana, anda sudah melihat perbedaan dari ketiga cerita terakhir dengan cerita saya tentang Bu Wid yang saya kisahkan diawal artikel? 

Ketiga cerita terakhir nampak seperti antitesa atau kebalikan dengan cerita Bu Wid dan Bu Warsinah bukan? Mengapa demikian? Saya pun tak tahu persis alasannya. Apakah kemajuan teknologi sedemikian rupa membuat pergeseran perilaku siswa yang begitu tajam? 

Ari adalah seorang rekan yang menjadi guru SD di sebuah sekolah swasta ternama di Tangerang. Sekolah tersebut memang sekolah mahal. Murid-muridnya adalah anak orang-orang kaya yang biasa berlibur keluar negeri setiap libur semester. 

Ia pun mengeluhkan hal serupa, yakni kurangnya sopan-santun anak. Namun ia seolah tidak mampu berbuat banyak. Ia sudah diwanti-wanti untuk berhati-hati supaya jangan sampai ada komplain dari orang tua murid.

Maka tantangan guru masa kini memang lebih berat. Guru dihadapkan pada persoalan-persoalan lapangan yang pelik. Bagaimana mau mencerdaskan bangsa bila diberi hukuman sedikit saja sudah tak terima lalu melawan. 

Saya khawatir anak-anak ini akan jadi bermental preman. Padahal dimana-mana berlaku istilah reward and punishment. Bagaimana nanti ketika sudah didunia kerja tak terima dihukum padahal ia melanggar peraturan. 

Ini tentu akan merugikan orang itu sendiri. Ia tak akan dipakai dimanapun juga. Maka, bagi orang tua murid mari lebih obyektif. Anak-anak kita butuh diajarkan kebaikan.

Kadangkala memang harus keras untuk membentuk watak anak yang sulit diberikan pengertian. Itu semua demi membentuk generasi muda yang tangguh dan berakhlak mulia. 

Tak perlu langsung naik darah ketika anak anda mengadu bahwa ia mendapatkan perilaku yang kurang menyenangkan dari guru. Bukan tak boleh komplain, tetapi setidaknya terlebih dahulu anda perlu melihat keseluruhan rangkaian peristiwanya.

Pendidikan adalah sebuah sarana. Sarana untuk membentuk kepribadian dan karakter. Sarana untuk membentuk akhlak dan budi pekerti luhur. Dan juga sarana untuk memperkaya ilmu pengetahuan. Kesemuanya bermuara pada satu tujuan: masa depan yang gemilang.

Semoga para guru senantiasa menjaga komitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hormat saya dan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi para guru di Indonesia yang dengan sepenuh hati mengantarkan anak didiknya guna menggapai cita-cita.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun