Lembaga pengendalian sosial, lembaga yang berfungsi agar anggota masyarakat mematuhi norma dan nilai sosial serta mencegah atau mengatasi penyimpangan sosial.
Berdasarkan institusi-nya,
Formal
Memiliki dasar hukum serta kewenangan formal untuk mengawasi dan menindak pelanggaran norma sosial maupun hukum.
Lembaga pengawasan
- (TNI/POLRI, KPK, BNN, dll.)
Lembaga pengadilan
- (MA/MK, KY, Pengadilan, dll.)
Non-formal
Tidak ada dasar hukum namun tetap memiliki pengaruh moral, adat, dan sosial dalam mengendalikan perilaku masyarakat.
Tokoh masyarakat
- (Influencer, public figure, dll.)
Tokoh agama
- (Ustadz, Pastor, Biksu, dll.)
Tokoh adat
- (Sesepuh, ketua adat, dll.)
Berdasarkan cara,
Preventif
Dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran agar mencegah masyarakat melakukan perilaku yang menyimpang dari norma.
- Penyuluhan hukum kejaksaan dalam forum warga.
- Sosialisasi bahaya narkoba di sekolah oleh kepolisian.
Kuratif
dilakukan setelah terjadinya pelanggaran norma atau hukum, melalui sanksi sosial maupun hukum.
- Sanksi sosial berupa pengucilan atau teguran bagi warga yang berbuat asusila.
- Pemecatan pegawai-pegawai yang terlibat korupsi dari jabatannya.
Represif
Dilakukan setelah terjadinya pelanggaran norma atau hukum, untuk memperbaiki pelaku penyimpangan sosial agar kembali ke masyarakat.
- Rehabilitasi pecandu narkoba agar sembuh dan bisa beraktivitas tanpa “sakau" .
- Pembinaan dan pelatihan kerja bagi eks-narapidana di lembaga pemasyarakatan.
Berdasarkan sifat,
Persuasif
Dilakukan tanpa kekerasan, dengan membujuk, menasehati, atau memberi teladan.
- Media menyebarkan pesan moral tentang toleransi.
- Kampanye “Stop Bullying” di sekolah.
Koersif
Dilakukan dengan kekerasan dan bersifat memaksa sehingga sifatnya mengikat.
- Hakim menjatuhkan hukuman pidana.
- Satpol PP menertibkan trotoar dari para PKL dan pengemis.
Gejala / Masalah Sosial di Masyarakat
Gejala sosial semua hal yang terjadi di masyarakat, salah satunya masalah sosial, kondisi yang membuat masyarakat tidak tertib. Segala fenomena yang tidak sesuai dengan nilai, norma, atau hukum yang ada di masyarakat. Faktor utama masalah sosial,
- Ekonomi (uang, status, kekayaan, dll.)
- Budaya (kebiasaan, pola pikir, adat, dll.)
- Biologis (bentuk tubuh, keturunan, dll.)
- Psikologis (Mental, kepribadian, dll.)
Teori yang menjelaskan masalah sosial paling umum adalah,
Teori Fungsionalisme
Ketika ada struktur (lembaga/institusi) tidak menjalankan fungsinya dengan baik (disfungsi)
Contoh:
Kasus Kenaikan Pajak
Pemerintah seharusnya berfungsi mengatur dan menyejahterakan masyarakat. Namun, jika pajak dinaikkan tanpa sosialisasi atau tanpa ada pelayanan publik yang meningkat, maka fungsi ekonomi & politik dianggap tidak berjalan baik (disfungsi). Akibatnya muncul protes, demo, dan keresahan sosial.
Teori Interaksionisme Simbolik
Masalah sosial muncul dari makna subjektif dan interaksi sehari-hari, bukan semata-mata struktur.
Contoh:
Kasus Kenaikan Pajak
Bagi pemerintah, makna kenaikan pajak adalah “tanggung jawab warga negara” untuk pembangunan. Sedangkan, bagi sebagian masyarakat, pajak bermakna “beban tambahan” atau bahkan “alat penindasan”. Media sosial memperkuat makna ini dengan framing negatif, sehingga masyarakat makin resisten.
Teori Konflik
Masyarakat terbagi menjadi dua kelas (upper dan lower) sehingga akan terjadi konflik perebutan kepentingan.
Contoh:
Kasus Kenaikan Pajak
Kenaikan pajak dilihat sebagai alat kelompok berkuasa (negara / elit politik) untuk mempertahankan kekuasaannya. Rakyat kelas bawah semakin tertekan, sementara kelas atas bisa “menghindar” dengan celah hukum atau fasilitas khusus. Pajak menjadi simbol pertentangan kelas pekerja vs kelas penguasa / kapitalis.