Mohon tunggu...
Alfian Wahyu Nugroho
Alfian Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis Artikel

Selamat membaca beragam tulisan yang menganalisis berbagai fenomena dengan teori-teori sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagai Kritik Radikal Tokoh Sosiologi Pendidikan dalam Memandang Sistem Universitas

18 Mei 2025   14:57 Diperbarui: 20 Mei 2025   18:39 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kongres akademis dihadari Bowles & Gintis (Sumber: https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Herbert_Gintis)

Menurut pemikiran Foucault, universitas sebagai institusi pendidikan tinggi tidak hanya berfungsi mentransfer ilmu pengetahuan secara objektif, melainkan juga sebagai alat pengawasan dan kontrol sosial. Kurikulum, evaluasi akademik, dan standar akreditasi menjadi instrumen yang menanamkan disiplin dan mengkonstruksi "subjek" yang sesuai dengan norma institusi. Mahasiswa dan dosen menjadi bagian dari jaringan kekuasaan yang terus menerus memantau dan mengawasi perilaku, pemikiran, dan prestasi mereka. Proses evaluasi, seperti ujian, tugas, dan publikasi ilmiah, bukan hanya mengukur kemampuan, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme disiplin. Mereka menegaskan batas-batas apa yang boleh dipelajari, bagaimana cara berpikir yang diharapkan, dan siapa yang layak dianggap "ahli". Dalam konteks ini, universitas membentuk identitas akademik yang "ternormalkan" sesuai dengan kebutuhan birokrasi dan pasar tenaga kerja, bukan semata-mata untuk pengembangan kritis dan kebebasan intelektual.

Kritik Foucault terhadap normativitas ini menunjukkan bahwa universitas adalah arena di mana kekuasaan institusional mereproduksi hierarki sosial melalui cara-cara yang tampak "ilmiah" dan "obyektif". Mahasiswa dan akademisi didisiplinkan untuk menjadi "subjek yang patuh", yang mengikuti aturan, kurikulum, dan standar yang sudah ditetapkan, sehingga kreativitas atau kritik radikal seringkali tereduksi atau diredam.

Michael Foucault (Sumber: https://ripehp.com/2014/08/22/usuarios-y-lectores-de-michel-foucault/)
Michael Foucault (Sumber: https://ripehp.com/2014/08/22/usuarios-y-lectores-de-michel-foucault/)

Contoh nyata penerapan mekanisme kekuasaan ini dapat kita lihat pada sistem akreditasi dan ranking universitas yang kini sangat menentukan reputasi dan dana kampus. Sistem ini menuntut universitas untuk mengikuti standar global dan indikator tertentu, seperti jumlah publikasi di jurnal internasional bereputasi, angka kelulusan, dan akreditasi program studi. Sementara, fokus pada kuantitas publikasi kadang mengorbankan kualitas pemikiran kritis dan riset yang mendobrak status quo. Akademisi terpaksa "bermain aman" untuk memenuhi standar tersebut demi keberlangsungan karier dan dana riset. Selain itu, pengawasan ketat terhadap perilaku mahasiswa melalui aturan akademik, kode etik, dan pengawasan dosen juga merupakan contoh bagaimana kekuasaan diinternalisasi dan dipraktikkan secara mikro di universitas. Misalnya, aturan ketat tentang plagiarisme, absensi, dan tata tertib kuliah yang mengontrol ruang gerak dan ekspresi mahasiswa, sekaligus membatasi ruang untuk pembangkangan atau inovasi nonkonvensional.

Dalam era digital sekarang, pengawasan juga meluas ke platform pembelajaran daring dan sistem evaluasi elektronik yang merekam aktivitas mahasiswa secara detail, meningkatkan intensitas kontrol institusional terhadap individu. Ini menjadi manifestasi kekuasaan Foucauldian yang semakin halus namun masif.

Dengan demikian, kritik Foucault membuka kesadaran bahwa universitas bukan sekadar tempat mencari ilmu, melainkan arena disiplin yang membentuk dan mengkonstruksi identitas "subjek akademik" yang patuh dan normatif. Memahami dinamika kekuasaan ini penting agar kita bisa mendorong transformasi pendidikan tinggi yang lebih demokratis, kreatif, dan bebas dari dominasi institusional yang represif. 

Gelar Akademik hanya Sekedar Reproduksi Sosial bagi Samuel Bowles & Herbert Gintis 

Saya pernah menganalisis buku mereka berdua dan pernah menulis artikelnya dalam plaltform ini. Saya menganalisis karya klasik mereka, Schooling in Capitalist America (1976), yang menjelaskan bahwa Bowles dan Gintis mengkritik sistem pendidikan yang selama ini dianggap sebagai sarana utama pengembangan individu dan meritokrasi. Mereka justru menegaskan bahwa pendidikan berfungsi untuk mempertahankan dan mereproduksi ketidaksetaraan kelas dalam masyarakat kapitalis. Menurut Bowles dan Gintis, universitas dan lembaga pendidikan tinggi tidak berjalan secara netral, melainkan memainkan peran sentral dalam menjaga hierarki sosial. Melalui kurikulum, standar penilaian, dan seleksi akademik, sistem pendidikan menyaring individu berdasarkan latar belakang sosial-ekonomi mereka. Anak-anak dari kelas atas cenderung mendapatkan akses dan peluang lebih besar untuk naik ke posisi sosial yang tinggi, sementara kelas bawah seringkali terjebak dalam posisi subordinat. Dengan kata lain, pendidikan memperkuat perbedaan kelas daripada menguranginya. Mekanisme ini disebut sebagai proses "reproduksi sosial," di mana nilai-nilai, keterampilan, dan norma-norma yang menguntungkan kelas penguasa ditransmisikan kepada generasi berikutnya. Universitas, dalam pandangan Bowles dan Gintis, tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga mendisiplinkan mahasiswa agar menerima dan melanggengkan sistem kapitalisme yang ada. Pendidikan membentuk tenaga kerja yang siap patuh dan berperan dalam menjaga kelangsungan sistem ekonomi dan sosial yang tidak adil. Contoh nyata dari kritik ini dapat dilihat pada fenomena "kredensialisme" atau credentialism, yaitu kecenderungan untuk menilai kemampuan seseorang hanya berdasarkan gelar akademik, tanpa melihat kompetensi sebenarnya. Hal ini menimbulkan perlombaan gelar yang tak berujung dan memperkuat eksklusivitas pendidikan tinggi. Akibatnya, pendidikan menjadi alat seleksi sosial yang melanggengkan dominasi kelas elit dan mempersempit akses bagi kelompok marginal. Selain itu, Bowles dan Gintis juga menyoroti bagaimana universitas sering kali berafiliasi erat dengan kepentingan kapitalis melalui kerjasama dengan dunia industri dan bisnis. Kurikulum dan riset yang dikembangkan lebih mengarah pada kebutuhan pasar kerja dan efisiensi ekonomi daripada pengembangan kritis atau pembebasan intelektual. Hal ini semakin mengokohkan peran universitas sebagai alat reproduksi kelas sosial dan kapitalisme, bukan sebagai lembaga transformasi sosial.

Kongres akademis dihadari Bowles & Gintis (Sumber: https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Herbert_Gintis)
Kongres akademis dihadari Bowles & Gintis (Sumber: https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Herbert_Gintis)

Kritik radikal Bowles dan Gintis membuka ruang refleksi penting tentang fungsi pendidikan tinggi di masyarakat modern. Apakah universitas benar-benar menjadi jalan bagi mobilitas sosial dan keadilan atau justru menjadi instrumen yang memperkuat ketimpangan dan ketidakadilan. Pertanyaan-pertanyaan ini relevan untuk memahami dinamika pendidikan kontemporer dan penting bagi upaya reformasi sistem pendidikan agar lebih inklusif dan demokratis.

McDonalddisasi George Ritzier, Perusahaan Memesan "Karyawan" yang Disediakan oleh Universitas 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun