Lombok Timur, [3/2/2025] -- Suasana gerah menyelimuti kampus-kampus di Nusa Tenggara Barat (NTB). Bukan hanya karena panasnya terik matahari, tetapi juga oleh kebijakan yang mengancam independensi akademik dan lingkungan. Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam Rinjani Universitas Gunung Rinjani (Gempar UGR) dengan tegas menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba), yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
Ketua Gempar UGR, Azhar Pawadi, tak menutupi kekecewaannya. "Seruan ini kami tujukan kepada semua perguruan tinggi maupun pemerintah sebagai pemberi izin. Ketidakadilan di negeri ini sering kali berawal dari kebijakan, dan kebijakan ini jelas menempatkan kampus sebagai kaki tangan eksploitasi," tegasnya, Senin (3/2/2025).
Kampus: Arena Ilmu atau Ladang Tambang?
RUU Minerba yang direvisi bisa menjadi preseden buruk bagi dunia akademik. Bukan lagi menjadi ruang bebas berpikir dan mengembangkan inovasi yang berorientasi keberlanjutan, perguruan tinggi justru didorong masuk ke dalam industri ekstraktif yang rakus sumber daya alam.
"Jika kampus berorientasi pada tambang, lalu di mana posisi mahasiswa sebagai agen perubahan? Perguruan tinggi bisa berubah menjadi pabrik eksploitasi, bukan lagi tempat bertumbuhnya kesadaran kritis," kata Azhar dengan nada tajam.
Data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa eksploitasi sumber daya alam, termasuk pertambangan, adalah penyumbang utama pemanasan global dan degradasi lingkungan. NTB sendiri telah menjadi saksi bisu bagaimana tambang membawa dampak panjang: pencemaran air, kerusakan lahan, hingga ketimpangan sosial.
Gempar UGR: Mahasiswa dan Massa akan bergerak
Gempar UGR bersiap untuk aksi lebih besar. Mereka menegaskan akan terus menolak izin tambang bagi kampus, termasuk di Universitas Gunung Rinjani (UGR). Â "Ini bukan hanya tentang kampus kami, tetapi masa depan generasi akademik yang tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan segelintir elit," tegas Azhar.
Gerakan ini bukan hanya untuk kampus UGR. Gempar UGR menyerukan kepada seluruh kampus di NTB, baik negeri maupun swasta, untuk bersikap. "Kami menunggu sikap resmi dari Rektor UGR dan pimpinan kampus lainnya. Jika akademisi tak berani menolak, mahasiswa dan masyarakat harus bersatu melawan," tambahnya.
DPR RI sebelumnya telah menyepakati revisi keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. Revisi ini membuka ruang bagi perguruan tinggi dan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang.
Kini, semua mata tertuju pada kampus-kampus di NTB. Apakah mereka akan tetap menjadi benteng intelektual dan penjaga moral lingkungan? Ataukah mereka akan menjadi bagian dari mesin eksploitasi sumber daya yang tak terkendali? Satu hal yang pasti: mahasiswa tidak akan diam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI