Judul: Pondok Lentera
Penulis: Putri Annisa
Penerbit: Azhar Risalah
Jumlah Halaman: 296 hlm
ISBN: 978-602-97652-0-5
Sinopsis
Sekolah di Pesantren kuno? Salah besar!! Justru pesantren merupakan sekolah terbaik di dunia setelah pengalaman hidup.
Seperti yang dialami oleh sekumpulan santri yang sedang menuntut ilmu di pesantren modern Asshiddiqiyah yang terletak di tengah-tengah kota Jakarta. Mereka adalah Puput dan sahabat-sahabatnya. Para remaja inilah yang tinggal dan menuntut ilmu di Pesantren yang mereka sebut dengan Pondok Lentera. sesuai dengan harapan mereka yang bercita-cita ingin menjadi seperti lentera yang mampu menyinari apa pun dan siapa pun yang ada di sekelilingnya.
Tentunya tidak dengan jalan yang mulus. Berbagai cerita dan peristiwa yang seru, lucu, haru, juga romantis mewarnai hidup mereka yang bahkan dibatasi oleh peraturan-peraturan pesantren yang wajib dipatuhi. Lantas bagaimana mereka melewati itu semua ada di sini, di Pondok Lentera.
Review Singkat
Satu kata untuk novel ini, NOSTALGIA!! Karena kebetulan saya merupakan alumni Pondok Pesantren Asshiddiqiyah juga. Apalagi cerita ini based on true story, wah kangen sekali rasanya kembali ke masa-masa waktu mondok dulu. Kalau Kak Putri Annisa (Puput) ini lulusan tahun 2007 di Ashiddiqiyah Jakarta, saya lulusan tahun 2016 di Ashiddiqiyah Karawang. Walaupun berbeda lokasi dan waktu. Feelnya, suasananya, peraturannya, keseruannya sangat terasa tak ada bedanya sama sekali. Mungkin karena semua Ashiddiqiyah dibawah naungan yang sama, yaitu Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. atau yang biasa dipanggil Abah Nur oleh santri-santrinya.
Novel ini berisi kisah keseharian santri. Namun diambil dari sudut pandang santriwati, yaitu si penulis sendiri, Kak Puput. Kisah ini berlatar waktu sekitar pertengahan tahun 2006, saat Kak Puput kelas dua Aliyah. Meskipun terjadi pada tahun 2000 an, kesan sebagai ponpes modernnya sangat terasa. Asshiddiqiyah Pusat, begitu kami menyebutnya, merupakan pesantren modern yang berdiri di tengah-tengah kota besar Jakarta. Berada di tengah pusat ibukota merupakan tantangan tersendiri dalam membangun sebuah tempat menuntut ilmu. Tentu saja cobaan datang bisa dari lingkungan kota yang kita tahulah bagaimana kondisinya. Akan tetapi Asshiddiqiyah tetap berdiri kokoh dan selalu menghasilkan santri-santri yang berkualitas.
Gaya bahasa yang digunakan Kak Puput sangat enak dan mengalir. sehingga pembaca dapat dengan jelas membayangkan suasana yang terjadi di dalam cerita. Pembaca akan diajak bernostalgia pada masa sekolah. Tenang saja, walaupun ini cerita di pondok pesantren, pembaca yang belum pernah mondok pun akan merasa relate dengan realita yang sebenarnya. Benar kata Kak Put pada sinopsisnya, Pesantren bukan sekolah kuno, yang hanya mengaji dan mengaji. tetapi lebih daripada itu, pesantren merupakan sebuah stimulasi untuk hidup bermasyarakat nantinya. Pesantren berisi santri-santri dari berbagai daerah. Santri akan belajar bagaimana cara hidup berdampingan dengan berbagai karakteristik manusia. Santri akan belajar bagaimana mematuhi aturan dan saling menghormati juga toleransi. Disana terdapat banyak cerita. Baik itu suka, duka, haru, lucu bahkan kisah romantis pun ada. Semua bercampur menjadi warna kehidupan yang takkan terlupakan.
"Santri tak harus jadi Kyai". Begitulah nasihat Abah Nur kepada para santrinya. Setiap santri bebas memiliki impian dan cita-citanya masing-masing, asalkan bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Begitu yang dialami oleh Kak Put dalam cerita. Ia bercita-cita menjadi penulis terkenal. Oleh karena itu ia rajin menulis di waktu senggangnya.
Kemudian karakter-karakter dalam cerita ini sangat apik. Persahabatan yang digambarkan penulis membuat saya kembali mengingat dan mengenang masa-masa waktu saya mondok bersama teman-teman yang lain. Berbagai kegiatan seperti perlombaan, bazaar, muhadoroh, dan masih banyak lagi. Oh iya, Asshiddiqiyah itu menerapkan wajib belajar dan berbicara bahasa asing Arab dan Inggris. Tujuannya adalah agar santri tidak terbelakang dan justru dapat aktif di luar sana yang dimana pada era globalisasi ini, penguasaan bahasa Inggris sangat dibutuhkan. Adapun penguasaan bahasa Arab pun sangat penting karena kita sebagai orang Islam dan untuk memahami keilmuan Islam maka dibutuhkan bahasa Arab.