Mohon tunggu...
Alfa Riezie
Alfa Riezie Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang yang suka ihi uhu

Muhammad Alfariezie, nama yang memiliki arti sebagai Kesatria Paling Mulia. Semua itu sudah ada yang mengatur. Siapakah dan di manakah sesuatu itu? Di dalam perasaan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dukun Membantuku Keluar dari Zona Hantu

28 Januari 2021   01:39 Diperbarui: 28 Januari 2021   01:43 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image By Muhammad Alfariezie


Di rumah tanpa penghuni, aku dan satpam perumahan Cita Lenser menyaksikan kesaktian dukun. Beliau membantu kami keluar dari zona hantu. Di dalam zona hantu, aku hampir mati. Aku berada dalam salah satu kamar. Kamar itu memiliki kekuatan gaib yang membuat tubuh ini tidak bisa bergerak. Yang kumampu, sekadar berteriak.

Rumah yang aku kunjungi bukanlah tempat sembarangan. Redaktur tahu proyeksiku. Tidak sama sekali dia menghalangi. Malah, dia mendukung sekali investigasi edisi hari itu.

Dulu, waktu masih SMA, aku banyak mendengar dari kawan-kawan kalau rumah ini angker. Banyak kawanku yang suka pulang malam selalu melihat lampu di salah satu kamar rumah tersebut mati hidup. Selain itu, temanku yang berambut seperti C. Ronaldo dan berwajah Messi, kerap mendengar lengking suara jeritan.

Semua warga tahu, rumah yang dindingnya berlumut dan halamannya berilalang tersebut adalah tempat bunuh diri seorang perempuan yang sedang mengandung. Tidak ada yang tahu alasan utama kenapa perempuan itu mengandung. Suaminya yang waktu itu bekerja sebagai pelaut pun tidak pernah tahu. Hanya praduga dari polisi kalau perempuan tersebut merasa sepi dan mengidap penyakit kronis. Tapi, merasa tidak ada tempat mengaduh. Suaminya selalu menyeberangi samudera sebagai awak kapal tanker dan orang tuanya berada di luar provinsi.

Saat pagi berangsur-angsur memanggil siang, aku menemui satpam. Aku ingin tahu di mana letak pemilik rumah ini. Satpam cukup kooperatif. Dia menjelaskan kalau pemilik rumah itu sudah lama tidak di sini. Namun, ada yang mewarisi. Siapa, tanyaku kepada satpam.

"Menurut seniorku, pewaris rumah itu adalah anak dari istri pertama Pak Abdul. Dia pernah ke sini. Tapi, hanya satu hingga dua kali saja dalam setahun. Dia tidak pernah masuk hingga ke dalam rumah. Mobilnya saja hanya terparkir di luar. Dia di rumah ini, paling-paling hanya sepuluh hingga 15 menit. Namun, kutahu pasti setiap kali datang, pasti ada bunga segar di lantai depan pintu rumah tersebut, " ujar satpam sembari menyalakan rokok.

"Apa mas pernah mendengar ada yang aneh dari rumah itu?" Tanyaku.

"Apa yang aneh toh mas. Yang aneh itu kalau saya tidak merokok. Yang aneh itu kalau saya membuang bungkus rokok," katanya tertawa sembari membuang bungkus rokok.

"Kalau begitu, nanti malam siap menemaniku untuk masuk ke rumah itu? Ini rokok dua bungkus sebagai pembayaran di muka. Nanti malam, sebelum masuk kita lebih dulu makan sate. Setelah masuk rumah maka seratus ribu buat Mas. Ini mas rokokmu. Ambillah," kataku seraya menatapnya dan menyerahkan satu bungkus rokok kretek dan satu bungkus jenis filter.

Setelah berpikir kira-kira lima menit, satpam itu mengatakan kalau mesti izin kepada seniornya. Dia tidak mau mendapat surat peringatan. Istrinya baru melahirkan. Lukanya saja, katanya, belum mengering.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun