Mohon tunggu...
alfani
alfani Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Money

Dampak Covid-19 di Berbagai Sektor dan Peran Perbankan Syariah

4 Juni 2020   01:32 Diperbarui: 4 Juni 2020   01:32 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Coronavirus disease 19 atau kita lebih mengenalnya dengan nama covid 19 merupakan virus yang awal mulanya ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Saat ini covid 19 telah menyebar hingga ke beberapa negara-negara di dunia, termasuk juga Indonesia. 

Di Indonesia, covid 19 pertama kali muncul pada awal bulan Maret 2020. Kasus covid 19 di Indonesia sendiri angka pertamabahan pasien terinfeksi covid 19 semakin meningkat setiap harinya. Tercatat per tanggal 3 Juni 2020 jumlah orang positif covid 19 mencapai 28.233, sembuh 8.406 dan meninngal 1.698. Informasi terbaru tentang data perkembangan covid 19 dapat di akses pada laman https://covid19.go.id/.

Virus covid 19 ini menyebar dengan sangat cepat karena menular dari manusia ke manusia. Contoh penularannya yaitu pada cairan atau tetesan dari pernapasan yang dihasilkan dari orang yang bersin kemudian terhirup oleh orang lain. Bahkan, benda yang telah terkontaminasi virus dapat menular jika tersentuh tangan. 

Dengan demikian, peran masyarakat sangat diperlukan untuk menghentikan penularan virus ini. Upaya untuk mencegah penularan tersebut dengan menerapkan sosial distancing atau jaga jarak. Untuk itu hindari dahulu kontak fisik dengan orang sekitar. 

Pemerintah juga menerepakan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kebijakan ini dipilih atas dasar melalui pertimbangan efektivitas, dukungan sumber daya, besarnya ancaman, pertimbangan epidemiologis, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.

Begitu cepat virus covid 19 ini menyebar sehinga membuat aktivitas berupa interaksi fisik yang dijalankan masyarakat terganggu bahkan terhenti. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya wabah covid 19 ini menyeluruh ke berbagai sektor. Sektor yang tertekan akibat covid 19 antara lain yaitu rumah tangga, yang diperkirakan akan mengalami penurunan cukup besar dari sisi konsumsi.

Hal tersebut karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli menurun. Sektor rumah tangga juga terancam tidak mendapatkan penghasilan karena tidak dapat bekerja guna memenuhi kebutuhan dasarnya terutama untuk masyarkat miskin dan rentan di sektor informal.

Dalam penelitian  SMERU menyebutkan bahwa dampak ringan dari adanya wabah covid 19 yakni  tingkat kemiskinan akan meningkat dari 9,2% menjadi 9,7% . Disebutkan juga bahwa proyeksi terburuk yaitu tingkat kemiskinan akan meningkat menjadi 12,4% yang artinya diperkiran sekitar 8,5 juta orang akan menjadi miskin.

Covid 19 juga berdampak pada sektor UMKM (Usaha Kecil dan Mikro Menengah) karena tidak dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Berbeda pada saat krisis tahun 1997 hingga 1998 yang pada saat itu UMKM masih bisa bertahan menghadapi kondisi tersebut tapi dalam covid 19 ini justru UMKM yang terpukul paling depan sebab tidak adanya kegiatan masyarakat.

Sedangkan pada sektor korporasi yang akan terganggu bahkan terancam aktivitas ekonominya yaitu perdagangan, manufaktur, transportasi dan akomodasi seperti restoran dan perhotelan. Tekanan wabah covid 19 yang menggangu aktivitas sektor korporasi akan menyebabkan penurunan pada kinerja bisnis yang akan berimbas pada pemutusan hubungan kerja hingga yang paling parah ancaman akan kebangkrutan.

Wabah covid 19 juga berdampak pada lembaga keuangan yang ada di Indonesia baik konvensional maupun lembaga keuangan syariah. Salah satu yang terdampak yakni  pada sektor perbankan. Ada tiga resiko yang akan dihadapi perbankan menurut JP Morgan yaitu penurunan kualitas asset, penyaluran kredit serta pengetatan margin bunga bersih.

Pada saat pandemi covid 19 ini, secara umum tantangan yang dihadapi bank syariah  yaitu likuiditas dan rasio pembiayaan bermasalah atau NPF (Non Performing Financing). 

Menurut Adiwarman Karim selaku pengamat ekonomi syariah memprediksi bahwa bank syariah akan mulai tertekan pada Juli 2020 dan puncaknya akan terjadi pada Agustus. Bank syariah pada bulan tersebut akan kehilangan pendapatan dari pembiayaan dan bagi hasil karena nasabah memasuki priode gagal bayar pada bulan keempat dan kelima.

Resiko dari kenaikan NPF tersebut dapat diatasi dengan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Bank dapat melakukan restrukurisasi sehingga NPF bisa ditekan.

Adiwarman juga menyebutkan dua opsi solusi yang merujuk pada krisis 1998 dan 2008. Bank-bank syaiah pada saat itu melakukan konversi pembiayaan dengan akad murabahah menjadi pembiayaan dengan akad mudharabah dan musyarakah.

POJK Nomor 11/POJK.03/2020 kebijakan ini memungkinkan OJK untuk melakukan peleburan, penggabungan, pengambilalihan, atau integrasi perbankan. Perbankan syariah diyakinin bisa kembali normal setelah melewati bulan Agustus yang paling krusial dan akan memiliki lanskap bisnis baru.

Agar sektor perbankan tetap eksis di tengah pandemic covid 19 maka perbankan harus melakukan mitigasi resiko secara cermat serta menggunakan strategi kreatif dan memanfaatkan peluang dari kebijakan yang ada. Sebagai contoh misalnya memanfaatkan berbagai kanal yang ada untuk memasarkan produknya, memanfaatkan teknologi dengan cara digital banking, bank juga harus fokus pada industri yang prospek untuk dibiayai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun