Mohon tunggu...
Alfain Aknaf Rifaldo
Alfain Aknaf Rifaldo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia

Hanya mas mas biasa yang tidak kuat mengonsumsi kopi tanpa air Instagram : @aaknafr

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tumbuh Bersama Kopi

20 September 2021   12:03 Diperbarui: 20 September 2021   12:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari sekian banyak minuman yang sejauh ini aku kenal, kopi lah yang menempati posisi paling istimewa di hatiku. Aku memang suka dengan minuman hasil seduh, seperti wedang jahe, wedang uwuh, dan teh. Tapi seperti yang aku bilang di awal, kopi selalu punya tempat tersendiri bagiku.

Mari aku ceritakan bagaimana awal aku mengenal minuman hitam ini sampai sekarang aku diibilang gandrung terhadapnya oleh teman-temanku

Sedari kecil, kira-kira usia batita, aku sudah terbiasa 'ngopi', setidaknya begitu menurut Ibuku. Kopi memang dipercaya bisa mencegah penyakit step atau kejang demam bagi anak kecil. Tentu jangan bayangkan aku di usia segitu ngopi segelas penuh, aku bukan bapak-bapak. Paling-paling aku cuma diminumkan kopi sebanyak satu sendok makan.

Lanjut, di usia TK dan SD, aku ingat betul sering melihat Abah (sebutan 'bapak' dalam keluargaku) dan Mamahku ngopi hampir setiap Subuh. Menu favorit mereka adalah kopi susu yang ditambahkan gula pasir sesendok. Kopi tersebut dihidangkan dalam gelas ukuran besar, kira-kira seukuran gelas es teh di warung makan, dan diminum berdua.

Aku yang waktu itu masih kecil sering ditawari kopi tersebut barang sesesap atau dua sesap, "Biar Subuhannya semangat" kata Abahku meyakinkan. Hal tersebut terjadi berulang kali sehingga menjadi semacam kebiasaan untukku. Lama kelamaan, aku minta dibikinkan kopi susu untukku sendiri, dalam gelas yang lebih kecil tentunya.

Masuk masa SMP dan SMA, yang aku tempuh di pesantren, aku menjadi semakin akrab dengan kopi. Lingkungan pesantren memang terkenal akan habit ngopinya. Kopi menjadi senjata untuk mengusir kantuk, sehingga nantinya kegiatan belajar dan ngaji akan lebih efektif. Yah walaupun aku sendiri tetap bisa terlelap juga meskipun habis ngopi.

Di pesantren ini juga saya mulai mengenal kopi-kopi daerah Indonesia seperti kopi Lampung, kopi Lombok, kopi Flores dan lain sebagainya. Kopi-kopi tersebut dibawa oleh teman-temanku yang memang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Menurutku, kopi-kopi daerah tersebut terasa lebih gurih dan nikmat ketimbang kopi instan yang biasa aku minum.

Suatu ketika, pesantrenku mengadakan jalan-jalan ke salah satu lokasi wisata di Brebes. Wisata tersebut adalah kebun teh dan berada di dataran yang cukup tinggi yang bisa membuat orang-orang kedinginan jika tidak mengenakan jaket. Di lokasi wisata tersebut, ada warung kopi kecil yang dijaga mas-mas.

Ada hal menarik yang belum pernah aku lihat sebelumnya, yaitu biji kopi yang dipajang di depan warung itu. Karena penasaran, aku mampir kesana bersama seorang temanku. Kami memesan kopi yang dihargai kurang lebih Rp. 5.000,- , cukup murah jika aku pikir-pikir sekarang.

Pesanan pun datang. Kami berdua mulai mencicip kopi tersebut. Alangkah terkejutnya kami, segelas kopi hitam yang dihidangkan oleh mas-mas biasa bisa sangat berbeda dengan kopi instan yang biasa kami minum. Sangat susah mendeskripsikan bagaimana rasanya, yang jelas, kopi tersebut terasa sangat segar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun