Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Kolonial di Pulau Sumba: dari Perang hingga Sistem Pemerintahan

17 Agustus 2022   08:08 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:09 2489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis (kanan) bersama sebagian warga Parona (kampung) Bongu ) di Desa Ana Kaka, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya (Dokpri)

Di bawah afdeeling terdapat onderafdeeling yang membawahi beberapa swapraja. Onderafdeeling dikepalai seorang controuler dengan dibantu oleh beberapa bestuur asisten. 

Biasanya bestuur asisten dipilih dari orang pribumi agar memudahkan komunikasi dengan rakyat biasa. Controuler untuk wilayah Sumba Barat bagian utara yang membawahi swapraja  Kodi   berpusat di Mamboro. 

Buku tentang Perang Kodi (Dokpri) 
Buku tentang Perang Kodi (Dokpri) 

Seperti dicatat oleh Kapita (1979), afdeeling Sumba dibagi menjadi empat onderafdeeling, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat bagian Utara, dan Sumba Barat bagian Selatan [2]. 

Di bawah onderafdeeling dibuat kerajaan-kerajaan yakni dengan menggabungkan beberapa subsuku yang memiliki keturunan yang sama atau berbahasa ibu yang sama. Kerajaan-kerajaan ini dikenal sebagai swapraja.

Ketika itu di seluruh Sumba terdapat 16 swapraja: Mangili, Umalulu, Mahu Karera, Lewa Kambera, Kanatang, Tabundung, Loura, Mamboro, Kodi, Bangedo, Wewewa, Louli, Wanokaka, Lamboya, Anakalang, dan Umbu Rato Nggai. 

Setiap swapraja memiliki hak otonom untuk melaksanakan pemerintahan sendiri (zelfbestuur). Setelah Indonesia merdeka, sistem swapraja ini kemudian diubah menjadi pemerintahan tingkat kecamatan.  

 Seorang raja yang memimpin swapraja dipilih oleh rakyat atau tokoh yang mewakili rakyat dalam sistem musyawarah. Namun, raja harus mendapatkan pengesahan dari pemerintah Hindia Belanda dan mengakui kedaulatan Belanda.

Salah satu tugas raja adalah menarik pajak untuk kepentingan Belanda. Kedaulatan para raja diakui dan diatur dalam kontrak politik yang disebut "Korte Verklaring" atau Perjanjian Pendek.

Perjanjian Pendek dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johannes Benedictus van Heutsz, yang berkuasa tahun 1904-1909. Isi Perjanjian Pendek itu sebagai berikut:

     1. Raja atau sultan mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda

    2.  Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun