Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Bahaya" Bahasa Indonesia

12 Agustus 2022   08:14 Diperbarui: 12 Agustus 2022   08:26 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: revolusimental.go.id)

Celin (6), keponakan saya bermain masak-masakan dengan dua temannya, di bawah pohon-pohon jambu mete yang rindang, di belakang rumah. Suara mereka kedengaran hingga ke dalam. Bercakap-cakap soal bahan apa yang akan "dimasak". Mereka bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia.

Lokasi tempat Celin bermain adalah di Homibela, sebuah kampung yang secara administratif termasuk dalam Desa Kapaka Madeta, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi NTT.

Pada hari yang lain bulan April 2022 itu saya berada di Desa Mangganipi. Masih di wilayah Kodi, namun pada kecamatan berbeda. Anak-anak dari saudara sepupu saya, yang berusia antara 3-6 tahun bermain, berlari-larian, tertawa, di halaman rumah. Mereka juga berbicara dalam bahasa Indonesia.

Ketika kami berada di Manuyo Malogho, kampung di pedalaman Bangedo, juga di wilayah Kodi, anak-anak yang bergembira ikut dalam pesta adat pembelisan berlari-larian dan bercakap dalam bahasa daerah Kodi dan Indonesia, campur-campur.  

Di Mangganipi, di rumah para saudara sepupu di atas,  sekarang ada "pelajaran" tambahan bagi generasi yang baru ini, yakni belajar kosa kata bahasa Kodi. Baju disebut apa? Hidung? Mata? Kaki? Dan seterusnya.

Tiga kampung yang saya sebutkan di atas berada di pedalaman Pulau Sumba. Jauh dari terpaan hidup modern perkotaan. Tetapi generasi mudanya sudah tidak bisa berbahasa Kodi. Mereka lebih fasih berbahasa Indonesia.  

Tetapi bahkan di desa terpencil, keberadaan bahasa daerah semakin tersisihkan, bukan? Beberapa bahasa daerah bahkan terancam punah karena tak ada lagi yang memakainya secara aktif. Seperti dilansir dari Kompas.com (24/7/2021) [1]  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, setidaknya ada 11 bahasa daerah yang telah punah di Indonesia. Semuanya berasal dari Indonesia bagian timur, yakni Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.

Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, sebagian besar dari 718 bahasa daerah di Indonesia saat ini dalam  kondisi terancam punah dan kritis. Alasannya menurut dia karena para penutur bahasa daerah banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi berikutnya.

"Akibatnya khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah terancam punah," kata Nadiem ketika meluncurkan "Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah" pada 22/2/2022 lalu.[2].

Sekarang kita sedang repot-repot mengadakan revitalisasi. Supaya bahasa daerah tidak benar-benar punah. Setidaknya itu yang dikatakan Aminudin Aziz Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemenristekdikti. Salah satunya di NTT,  dengan memakai bahasa daerah untuk kelas awal di Sekolah Dasar seperti dilakukan oleh Inovasi untuk Anak Indonesia (INOVASI).

"Kita di Indonesia sangat bagus pengembangannya di beberapa daerah, terutama yang didampingi oleh INOVASI baik di NTB maupun NTT.  Hal positif lainnya adalah terjadi pewarisan nilai-nilai lokal," kata Aziz ketika berbicara dalam acara "Temu INOVASI #2" pada awal Maret 2022 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun