Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Si "Burung Kecil" Garrincha

3 Agustus 2022   06:28 Diperbarui: 3 Agustus 2022   06:31 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garrincha di Piala Dunia 1962 (Sumber: Goal.com) 

 Tanggal 19 Juli 1953, Botafogo menjamu Bonsecesco. Kick off  baru 7 menit, tetapi Botafogo  sudah ketinggalan 0-1.

Menit ke-35, bek Manuel Ruis akan memotong umpan lambung dari rusuk kiri pertahanan Botafogo. Striker  Binsecesco, Savillo,  mengontrol umpan dengan kepala. Dia merangsek masuk kotak pinalti, face to face dengan Manuel.

Savillo melakukan gerak tipu, mencondongkan badan ke kiri seperti akan melewati Manuel. Bek yang dijuluki 'tukang jagal' itu  menjatuhkan badan untuk menutup ruang gerak Savillo. Tetapi  bola disontek Savillo melewati selangkangannya  dan  berlari sendiri untuk memperdaya kiper Jardel. 0-2 buat Bonsecesco.

Saat melewati  Manuel setelah mencetak gol, Savillo berdiri sebentar dan menggoyangkan pantatnya, mengejek bek  yang terkenal temperamental  itu. Termakan provokasi, Manuel   menyodok rusuk kiri Savillo yang segera jatuh berguling-guling berteriak kesakitan.  Tanpa ampun wasit menghadiahi Manuel  kartu merah. Botafogo bermain dengan  10 orang.

Permainan berubah menjadi kasar. Penonton berteriak kecewa. Pemain-pemain Botafogo seperti kehabisan imajinasi. Mereka begitu cepat kehilangan bola. Serangan mereka gampang dibaca pemain lawan.

Debut Profesional 

Menit ke-41 Garrincha masuk. Penonton bertambah kecewa. Mereka  berteriak-teriak sambil melempar banch pemain Botafogo dengan batu. Mereka menganggap pelatih kelewat bodohnya  memasukkan pemain yang berlari saja seperti orang bermain jungkat-jungkit. Memang, saat melakukan pemanasan di tepi lapangan,  penonton  melihat Garrincha berlari-lari kecil.

Kiper Jardel  memberi umpan jauh ke sayap kanan. Garrincha mengontrol bola dengan  kaki kanan. Sangat sempurna. Tiga pemain belakang Bonsecesco menempel ketat. Meliuk-liuk sebentar, Garrincha lolos dari hadangan. Dia berlari kencang sambil terus menggiring bola menusuk masuk ke dalam kotak pinalti. Dari jarak kira-kira 10 meter, tanpa melihat gawang  dia menembak keras  menyusur tanah. Gol...! 1-2 buat Botafogo. Stadion segera bergemuruh.

Selang dua menit Garrincha menerima bola lambung dari tengah. Dia berdiri membelakangi gawang lawan. Mengontrol  bola sejenak dia  berputar 180 derajat dan menembak. 2-2.

Penonton mulai berteriak Garrincha...Garrincha... setiap kali dia mendribel bola. Caranya mengecoh pemain lawan membuat mereka tertawa. "Seperti ada lem di kakinya. Sulit sekali mengambil bola kecuali kita menjatuhkan dia," kata  Valdimar, bek Bonsecesco usai  pertandingan.

Pada debut  profesionalnya itu Garrincah mencetak hat trick untuk membawa klubnya menang 5-2.

Terlahir Cacat

Manuel dos Santos Francisco alias Mane Garrincha (mengambil nama burung Garrincha yang kecil dan lincah) lahir pada 28 Oktober 1933 di kota industri  Pau Grande. Tempat ini terletak  di antara pegunungan berhutan lebat,  satu jam perjalanan dari Rio de Janeiro. 

Dia terlahir cacat. Kaki kanannya bengkok ke dalam. Sementara kaki kirinya lebih pendek 6 cm dan melengkung ke arah luar. Orang tua Garrincha menempuh segala cara, termasuk mengoperasi kakinya  agar bisa tumbuh normal. Tapi usaha ini tanpa hasil.

Waktu kecil Garrincha bermain bola di jalanan. Ia sering diejek teman sebaya karena kakinya pincang. Ia menjadi rendah diri.

Tetapi sang ibu membesarkan hatinya. "Berlatih terus. Suatu saat kelemahanmu akan berubah menjadi kekuatan," kata ibunya. Kelak Garrincha mengenang sang ibu sebagai perempuan luar biasa.

Untuk menutup kelemahan kaki kanannya Garrincha berlatih menggiring bola 6 jam setiap hari. Dia mencari cara agar bola tidak gampang direbut dari kakinya.

Menurut Garrincha, ketika bola hanya berjarak 5 -10 cm dari kaki, bola akan gampang dikendalikan. Ia dapat  dihentikan, dibelokkan, atau dicungkil semau dia. Pendek kata, karena dekat dengan kaki,  bola terus dalam perlindungan.

"Pemain lawan hanya dapat merampas dengan menjatuhkan saya," kata Garrincha.

Tetapi meskipun sudah menunjukkan keahliannya mendribling bola dengan sangat sempurna, tidak ada satu pun klub di seputar Rio de Janeiro yang meliriknya. Klub-klub menolak karena  kakinya yang cacat. Garrincha frustrasi. Padahal dia menggantungkan hidup pada bola. Kemiskinan membuat  Garrincha tidak pernah bersekolah.

Gentil Cardoso, pemandu bakat klub  Botafogo menemukannya saat bermain bola untuk kesebelasan pabrik. Cardoso melihat kelincahan Garrincha meliuk-liuk menggiring bola sambil berlari kencang.

"Lincah seperti burung Garrincha. Saat dia berlari tidak kelihatan kalau kaki kanannya lebih pendek," kata Cardoso.

Cardoso juga takjub pada gerakan  bola yang meliuk  'aneh' saat Garrincha mengambil tendangan bebas. Itulah "tendangan pisang" yang menjadi salah satu pengenal  Garrincha di dunia internasional.

Garrincha bergabung dengan Botafogo tahun 1953 dan bermain sebanyak 581 kali. Dia mengoleksi 232 gol sampai 1972. Setiap dia bermain stadion selalu penuh sesak. Mereka tidak saja datang melihat aksi-aksi dribbling-nya, tetapi juga tertawa terbahak-bahak  saat  dia mengecoh pemain lawan. Maka dia dijuluki The Chaplin of Football. 

 

 Bermain Dengan Gembira 

"Ketika Garrincha berada dalam penampilan terbaiknya, lapangan akan seperti arena sirkus. Bola yang digiringnya seperti seekor binatang sirkus yang patuh pada majikan. Pertandingan pun menjadi arena pesta kegembiraan," kata Eduardo seorang kolumnis olah raga di Rio de Janeiro.

Bermain bola dengan gembira, begitulah hukum tak tertulis yang tertanam dalam sanubari  anak-anak Brazil. Dengan bermain bola mereka sejenak melupakan kemiskinan yang melilit. Dengan bermain bola mereka merasa senasib sepenanggungan. Lapangan menjadi tempat di mana perbedaan klub, tinggi bayaran, dan berbagai perbedaan  luruh. Perasaan gembiralah yang memungkinkan  hal itu terjadi.

Dan kegembiraan sejati tidak pernah untuk dinikmati sendiri.  Mengolah si kulit bundar adalah bagian dari kegembiraan bersama. Maka mereka bahu-membahu menggalang pertahanan atau menyerang daerah musuh.

"Kalau kita bermain dengan hati yang gembira, tanpa tekanan, seluruh potensi diri kita akan keluar di lapangan. Kita dapat bertahan dengan baik dan dapat menyerang dengan baik pula, karena ada kebersamaan di sana," kata Pele, legenda hidup sepak bola Brazil.

Kebersamaanlah yang memaksa pelatih Vicente Feola untuk memasukkan Garrincha dalam starting line-up Brazil pada final Piala Dunia 1958 di Swedia. Sebenarnya Feola masih enggan memasang "Si Burung Kecil" ini sebagai pemain utama, tetapi pemain-pemain mengancam mogok. Jadilah Garrincha bermain untuk pertama kali membela Brazil. Dia menjawab semua keraguan Feola dengan mengkreasi dua gol Brazil di partai final. Ia dijuluki "Anjo fe Pernas Tortas", alias malaikat berkaki bengkok.

Piala Dunia 1962 di Chile, Brazil hampir kehabisan napas setelah Pele cedera. Tetapi mereka masih memiliki Garrincha, Vava, Didi, Gilmar, dan Zagallo. Menang tipis atas Spanyol (2-1) di partai terakhir, Brazil lolos.

Di perempat final, Selecao bertemu Inggris yang diperkuat Bobby Charlton. Kali ini Garrincha membuat Inggris angkat koper lebih awal setelah dia  melesakkan dua gol dan Vava satu. Brazil menang 3-1.

Pada partai semifinal di Stadion Nacional, Brazil menghadapi Chile. Brazil menang 4-2. 

"Saya tidak tahu, dari planet mana Garrincha berasal. Brazil sangat beruntung memiliki pemain seperti itu. Talentanya luar biasa," takjub pelatih Chile, Riera Fernando.

Di final Brazil mengalahkan Cekoslovakia, 3-1. Garrincha menjadi top scorer dengan empat gol  dan terpilih sebagai pemain terbaik Piala Dunia 1962.

 Tahun 1966 Garrincha mengundurkan diri dari Timnas Brazil setelah 60 kali bermain dan menyumbang 12 gol.

"Cacat tidak membuat dia rendah diri dan putus asa. Dia sangat gigih. Di pelatnas,  Garrincha menjadi pemain terakhir yang pulang karena masih berlatih menendang bola," terang Pele, pemain seangkatannya.

"Si Burung Kecil"  itu telah menorehkan sejarah yang lain dalam sepak bola. Di Stadion Maracana, ruang ganti tuan rumah disebut "ruang Garrincha". Sementara ruang ganti tamu adalah "ruang Pele".

Dia tidak pasrah pada cacat fisiknya.  Walaupun akhir hidupnya suram, namun kepiawaian dan kegigihannya telah membuat takjub dunia. Garrincha meninggal dunia pada 20 Januari 1983.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun