Mohon tunggu...
Alexander Manurung
Alexander Manurung Mohon Tunggu... Presiden Mahasiswa Institut Indobaru Nasional Batam 2024| Public Economic Enthusiast

Hallo,Perkenalkan Saya Alexander Manurung,Saya Adalah Seorang Mahasiswa Asal Batam,Kepulauan Riau,Saya Juga Seorang yang sangat giat menulis dan memperhatikan Kebijakan-Kebijiakan Yang di buat oleh pemerintah Daerah,Provinsi,maupun pemerintah pusat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

"Dinamika Demonstarsi Indonesia: Dari DPR ke Polri, Pergeseran Poros Aksi dan Teori Kontra-Intelijen "

29 Agustus 2025   20:01 Diperbarui: 29 Agustus 2025   20:01 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Alex Manurung -- Public Policy Enthusiast

Gelombang demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah Indonesia hari ini mencerminkan dinamika politik yang semakin kompleks. Jika sebelumnya mahasiswa dan masyarakat sipil memusatkan tekanannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kini poros protes justru bergeser ke institusi kepolisian. Pergeseran ini tidak terjadi begitu saja; ia adalah akumulasi dari kekecewaan publik terhadap cara negara menanggapi kritik, sekaligus indikasi adanya pola baru dalam relasi kekuasaan di Indonesia.

Dalam kacamata kebijakan publik, perubahan sasaran dari DPR ke Polri menandakan krisis legitimasi lembaga negara. DPR yang seharusnya menjadi kanal aspirasi rakyat justru dianggap absen, sehingga energi protes berpindah kepada kepolisian sebagai wajah paling konkret dari negara di lapangan. Di jalanan, mahasiswa tidak berhadapan dengan legislator, melainkan aparat keamanan. Akibatnya, konflik sosial menjadi lebih kasat mata dan terasa langsung oleh masyarakat luas.

Namun jika kita membaca fenomena ini dari perspektif intelijen, ada dimensi lain yang patut dicermati: pergeseran target demonstrasi tidak hanya bersifat spontan, tetapi juga bisa dikalkulasi. Dalam teori kontra-intelijen, pola semacam ini sering dipahami sebagai upaya pengalihan fokus---di mana perhatian publik sengaja diarahkan ke institusi tertentu agar isu substansial di ruang legislasi perlahan mengendur. Artinya, tidak menutup kemungkinan ada operasi yang bekerja di balik layar untuk mengalihkan energi mahasiswa dari gedung parlemen ke pagar-pagar kepolisian.

Kontra-intelijen mengajarkan kita bahwa setiap gerakan massa tidak hanya dilihat sebagai ekspresi sosial, melainkan juga sebagai medan infiltrasi. Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari perubahan orientasi demonstrasi ini? Jika kritik terhadap DPR mulai mereda, maka regulasi kontroversial yang sedang digodok di Senayan berpotensi lolos tanpa pengawasan publik yang ketat. Di sisi lain, benturan dengan Polri justru mengalihkan perhatian masyarakat pada isu represifitas, bukan pada akar persoalan kebijakan.

Sebagai public policy enthusiast, saya melihat bahaya laten dari dinamika ini. Pertama, aksi mahasiswa berpotensi dipolitisasi oleh kekuatan yang ingin menggiring narasi tunggal, bahwa masalah utama hari ini adalah aparat keamanan. Padahal, kebijakan yang bermasalah tetap lahir dari ruang politik. Kedua, Polri yang semestinya menjalankan fungsi keamanan justru masuk ke pusaran politik jalanan, yang bisa merusak profesionalisme mereka sebagai penegak hukum.

Di sinilah pentingnya perspektif kontra-intelijen untuk membaca kondisi bangsa. Dalam literatur intelijen klasik, selalu ada konsep "pembelokan arus" di mana sebuah gerakan rakyat dipacu, diarahkan, bahkan difragmentasi agar tidak menyentuh titik vital yang sebenarnya. Fenomena bergesernya demo dari DPR ke Polri bisa jadi adalah bentuk nyata dari strategi tersebut. Bila benar, maka bangsa ini tengah menghadapi skenario perang asimetris di ranah politik domestik, di mana mahasiswa menjadi pion dalam percaturan kekuatan elit.

Namun tentu kita juga tidak bisa menutup mata bahwa kekecewaan publik terhadap kepolisian nyata adanya. Kasus represifitas, dugaan pelanggaran HAM dalam penanganan aksi, hingga ketidakpercayaan terhadap integritas lembaga penegak hukum membuat Polri menjadi simbol perlawanan. Inilah paradoks yang menarik: Polri sekaligus aktor nyata dan simbol yang disasar, meski akar masalah tetap berakar di parlemen dan pemerintah.

Jika mahasiswa terjebak hanya pada isu represifitas, maka narasi besar tentang keberpihakan negara pada rakyat bisa kabur. Di titik inilah strategi kontra-intelijen menemukan momentumnya,mengaburkan fokus, menggeser sasaran, lalu melemahkan daya tekan mahasiswa. Publik harus lebih kritis membaca arah pergeseran ini agar tidak hanya terjebak pada permukaan konflik.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa demokrasi yang sehat memerlukan ruang kritik yang jernih, bukan yang diarahkan. Gerakan mahasiswa harus waspada terhadap infiltrasi narasi yang bisa membelokkan agenda perjuangan. Pergeseran poros demo dari DPR ke Polri adalah alarm, bahwa ada desain besar yang berusaha mengatur ritme perlawanan rakyat. Jika tidak cermat, bangsa ini hanya akan disuguhi drama bentrokan tanpa menyentuh akar kebijakan yang merugikan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun