Mohon tunggu...
Alexander Jason Wirawan
Alexander Jason Wirawan Mohon Tunggu... Pelajar Kolese Kanisius

Halo teman-teman, nama saya Jason. Bagi saya, mempelajari berbagai informasi dan pengalaman baru merupakan hal yang sangat menyenangkan!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Xenophobia: Bayangan yang Membatasi Manusia

18 Agustus 2025   16:04 Diperbarui: 18 Agustus 2025   16:04 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari Peopleoverprof.it

Ada satu kata asing yang kini terasa semakin relevan di dunia yang saling terhubung: xenophobia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari xenos yang berarti orang asing, dan phobos yang berarti rasa takut. Secara sederhana, xenophobia adalah rasa takut, benci, atau sikap bermusuhan terhadap orang asing maupun sesuatu yang dianggap berasal dari luar.

Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Dalam sejarah, kita bisa melihat bagaimana perbedaan warna kulit, bahasa, atau agama sering kali menimbulkan prasangka. Ketika sebuah kelompok merasa terancam oleh kedatangan orang lain, muncullah sikap penolakan. Bentuknya bisa macam-macam, mulai dari komentar halus yang menyindir, diskriminasi di tempat kerja, hingga kebijakan yang secara terang-terangan menolak kehadiran kelompok tertentu.

Xenophobia sering lahir dari rasa tidak aman. Ketika orang merasa takut kehilangan identitas, pekerjaan, atau kebiasaan yang sudah lama mereka jalani, orang asing dianggap ancaman. Padahal, sejarah membuktikan bahwa peradaban tumbuh karena pertemuan antarbudaya. Bahasa, seni, bahkan makanan yang kita nikmati sehari-hari banyak lahir dari percampuran. Namun, tetap saja ada sebagian orang yang sulit menerima kehadiran yang berbeda.

Dalam kehidupan sehari-hari, xenophobia bisa muncul secara halus. Seorang pendatang mungkin disambut dengan senyum, tapi di balik senyum itu ada jarak yang sulit ditembus. Orang asing dianggap hanya sebatas tamu, tidak sepenuhnya diterima. Rasanya seperti berdiri di dalam keramaian, tetapi tetap merasa sendirian.

Di sinilah sisi sastra dari kata ini menemukan maknanya. Xenophobia bukan sekadar istilah ilmiah, ia juga bisa diibaratkan sebagai bayangan. Bayangan yang tidak kasat mata, namun terasa berat. Kota bisa tampak terang dan ramai, tetapi di balik cahaya itu ada dingin yang tak biasa. Tatapan yang terlihat ramah ternyata menyimpan penolakan, dan keberadaan orang asing dipandang sebagai noda kecil di dinding putih. Xenophobia hadir seperti bayangan hitam yang membatasi, membuat manusia lupa bahwa sejatinya kita sama-sama pengembara di bumi yang luas ini.

Mungkin, cara terbaik melawan xenophobia adalah dengan keberanian untuk membuka diri. Bukan berarti melepas identitas, tetapi mengakui bahwa perbedaan tidak harus jadi ancaman. Dunia ini terlalu besar untuk ditempati oleh satu warna saja. Kita semua, dengan segala latar belakang, bisa berdiri bersama tanpa harus menyingkirkan satu sama lain.

Pada akhirnya, manusia tidak ditakdirkan untuk hidup dalam tembok yang tinggi. Xenophobia hanya akan membuat kita kerdil, membatasi diri pada ketakutan semu. Sedangkan persahabatan, keterbukaan, dan keberanian untuk saling memahami justru bisa membuat dunia terasa lebih lapang. Mungkin inilah pesan paling sederhana: jangan biarkan bayangan itu terus mengikat, sebab cahaya hanya bisa lahir jika kita berani menyingkapnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun