Mohon tunggu...
Alesa Marcheline
Alesa Marcheline Mohon Tunggu... Mahasiswa - @alesaeca

KMN'56 Sekolah Vokasi IPB University

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Vokasi: Energi untuk Industri Indonesia

25 Maret 2021   11:40 Diperbarui: 25 Maret 2021   22:50 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Masyarakat Indonesia pastinya sudah tidak asing dengan gaungan Revolusi Industri 4.0 yang mulai diterapkan di era saat ini, dimana penggunaan teknologi dianggap sebagai penunjang kesuksesan untuk bersaing di dunia industri yang saat ini sedang berkembang pesat di segala bidang. Tidak dapat dipungkiri, manusia memiliki tugas yang penting untuk menunjang kemajuan teknologi ini dengan persaingan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Bagaikan energi listrik penyala lampu, dalam hal ini, pendidikan memiliki peran penting untuk bisa mendukung masyarakat, khususnya generasi muda dalam mendapatkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Sejak lama Indonesia memiliki pendidikan yang berfokus pada kompetensi keahlian peserta didik yang sesuai dengan bidangnya masing-masing, yaitu pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi. Pendidikan ini telah menunjukkan taringnya, terlebih pemerintah telah membuat Dirjen yang berfokus pada pengembangan sektor pendidikan vokasi yang membawahi Sekolah Menengah Kejuruan dan Politeknik di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian pemerintah menunjukkan seberapa pentingnya kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan ahli di industri.

Selain itu, mengenai pendidikan, khususnya pendidikan keahlian juga menjadi bagian penting yang tertulis pada agenda dunia yang dicanangkan oleh PBB yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan pada nomor 4 dengan tujuan Pendidikan Bermutu dengan terkandung 7 target yang ingin dicapai. Poin ini menyambung tujuan dari pendidikan vokasi itu sendiri, yaitu untuk memberikan pemahaman yang relevan agar peserta didik mendapatkan pekerjaan yang layak maupun mampu berwirausaha. SGDs dapat menjadi sasaran yang dapat dicapai dalam rangka peningkatan pendidikan vokasi untuk menjadi lebih baik kedepannya.

Pendidikan vokasi tak hanya memberikan ilmu berupa praktik secara teknis, namun juga pelatihan soft skills yang dibutuhkan oleh siswa dan siswi untuk disinergikan dengan baik. Pak Bambang Nurcahyono, S.Pd., seorang guru SMK di kota Bogor menyampaikan pada sesi wawancaranya bahwa keahlian yang diajarkan di sekolah kejuruan selaras dengan tuntutan di dunia kerja dan industri sehingga peserta didik mampu beradaptasi dengan tantangan lingkungan dan penerapan teknologi yang baru.

Selain itu, beliau juga menyampaikan pendapatnya mengenai pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas peserta didik yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dan yang sebelumnya tidak paham menjadi paham. Menurut Pak Bambang, pendidikan kejuruan di Indonesia sudah mengarah kearah yang jauh lebih baik. Namun di sekolah, teknologi penunjang pembelajaran masih tertinggal dengan yang ada di industri. 

Butuh waktu yang lama untuk mengejar ketertinggalan ini, sehingga perlu adanya peningkatan dari sumber daya manusia maupun sarana prasarana pendukungnya. Namun, langkah yang telah dilakukan oleh sekolah adalah melakukan praktik langsung di industri atau magang dengan industri mitra yang diperuntukan untuk guru dan juga peserta didik. 

Guru juga diberikan kesempatan untuk melakukan magang ini di industri selama dua minggu ataupun satu bulan untuk bisa memberikan standar minimal dalam mengajar kepada siswa. Selain itu, guru juga mendapatkan pelatihan yang berkaitan dengan kemampuan pendagogi, baik berhubungan dengan kurikulum maupun kompetisi keahliannya. Hal ini ditujukan agar siswa maupun guru dapat mengenal kebudayaan industri secara langsung.

Penerapan peningkatan kualitas pendidikan vokasi pasti akan menemukan aspek yang perlu dibenahi dan ditinjau kembali. Lalu, apabila membicarakan tentang kesenjangan, maka hal ini sulit terlepas hampir di segala segi kehidupan sehari-hari, apalagi jika kita membicarakan tentang pendidikan vokasi dimana kesenjangan gender dalam segi posisi dalam bekerja di industri dapat terlihat. Pak Bambang juga mengatakan bahwa kesenjangan masih dirasakan oleh siswa dan siswi di industri, salah satunya pada industri manufaktur. Padahal, siswa dan siswi akan diberikan penyelarasan kompetisi yang sesuai dengan bidang yang akan diampu melalui pelatihan atau training yang diberikan oleh industri itu sendiri. Selain itu, ada pula kesenjangan yang dapat dirasakan oleh para penyandang disabilitas yang juga harus mendapatkan kesetaraan dalam pendidikan. Dengan adanya hal ini, kita menemukan suatu permasalahan mengenai keterampilan dari pembelajaran di sekolah. Sementara itu, guru juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengajar di kelas dengan jumlah siswa yang bisa melebihi 30 orang, sehingga dibutuhkan pengajar yang khusus untuk penyandang disabilitas dengan memberikan materi yang setara dengan siswa dan siswi yang lain. 

Keterbatasan seharusnya bukan jadi penghalang seseorang untuk tidak mendapatkan hak yang sama dibandingkan orang lain, terlebih pada pendidikan. Hal ini menjadi salah satu yang harus diperhatikan lebih lagi karena tertulis pada SDGs pula bahwa, "Pada tahun 2030, menghilangkan disparitas gender dalam pendidikan dan memastikan akses yang setara terhadap semua tingkatan pendidikan dan training kejuruan bagi mereka yang rentan, termasuk yang memiliki disabilitas, masyarakat adat dan anak-anak yang berada dalam situasi rentan."

Energi optimisme masyarakat Indonesia terhadap peningkatan pendidikan ini harus ditunjukan, karena bagaimana pun, pendidikan kita sedang berangsur-angsur membaik dan sudah mulai diperbaiki satu persatu. Pendidikan vokasi pula bisa membuktikan perannya yang penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia di era Revolusi Industri 4.0 ini, sehingga prospek yang cemerlang diharapkan datang dari penerus bangsa lulusan pendidikan vokasi. Kuantitas dan kualitas lulusan vokasi juga seharusnya dapat menjadi hasil yang memuaskan bagi Indonesia. 

Pak Bambang juga menyampaikan harapannya untuk sekolah kejuruan, yaitu adanya penyelarasan kurikulum antara sekolah dengan industri dan spesifikasi kompetensi agar bekal yang diberikan relevan dan bisa dikontribusikan dengan baik. Tidak perlu menunggu waktu lama untuk segera bersiap menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Indonesia untuk pembangunan berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun